Selasa, 23 Juni 2009

SIFAT DAN AKHLAK RASULULLAH

Rasulullah n merupakan sosok yang sempurna baik secara fisik ataupun akhlak beliau. Tak cukup kata-kata untuk menggambarkan kepribadian beliau. Semua hati akan mengagungkan dan menyanjung beliau. Orang yang hidup berdekatan dengan beliau pasti akan mencintai beliau, tidak peduli apa pun yang akan menimpa mereka. Berikut ini kami paparkan ringkasan tentang sifat dan akhlak beliau.
Fisik
Rambutnya hitam, tidak kaku, dan tidak pula keriting, rambutnya lebat. Pada awalnya beliau biasa menggeraikan rambutnya karena kecintaaan beliau mengikuti Ahli Kitab, tapi dikemudian hari beliau membelah rambutnya.
Kedua matanya lebar dan tidak banyak tumpukan dagingnya, sangat hitam, bulu matanya panjang, jelita, memakai celak mata, alisnya tipis, memanjang, dan bersambung.
Wajahnya berseri-seri dan bula, seakan-akan wajah beliau adalah sepotong rembulan. Bahkan shahabat Ar-Rubayyi' binti Mu'awwidz berkata, "Saat melihat beliau, seakan-akan aku sedang melihat matahari yang sedang terbit". Keningnya lebar, kedua pipinya lembut dan empuk. Hidungnya indah.
Ibnul Abbas berkata, "Ada celah di antara gigi-gigi serinya. Jika sedang berbicara, terlihat ada semacam cahaya yang memancar dari gigi-gigi seri itu.
Lehernya jenjang seperti leher boneka yang terbuat dari perak yang mengkilat. Dari leher depannya hingga ke pusarnya melajur seperti tongkat.
Mulutnya indah dan lebar, jenggotnya lebat,
Bahunya bidang, bulu dadanya lembut, tidak ada bulu-bulu di badan. Di antara kedua bahunya ada cincin nubuwah, yaitu cincin para nabi. Cincin tersebut seperti telur burung merpati.
Telapak tangannya lebar. Warna kulitnya elok, tidak putik sopak dan tidak terlalu coklat. Kepalannya kuat namun sangat lembut dan lebih halus daripada kain sutra. Tangan beliau lebih dingin dari pada es dan lebih harum daripada aroma minyak kasturi. Kedua lengannya halus dan lembut.
Butir-butir keringatnya seperti mutiara dan keringatnya lebih harum daripada minyak wangi. Jabir berkata: "Tidaklah beliau melewati suatu jalan lalu seseorang membuntutinya, melainkan dia bisa mengetahui bahwa beliau telah lewat, dari keharuman bau keringatnya."
Perawakan sangatlah ideal. Tidak merasa berat karena gemuk, tidak bisa dicela karena kepalanya kecil, elok dan tampan. Mata yang memandangnya tidak lolos karena perawakannya yang pendek dan tidak sebal karena perawakannya yang tinggi. Beliau bukan orang yang terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek. Persendian-persendiannya yangpokok besar.
Telapak kakinya tebal. Jika berjalan seakan-akan sedang berjalan di jalanan yang menurun, jika menoleh seluruh badannya ikut menoleh. Abu Hurairah berkata, "Tidak pernah kulihat sesuatu yang lebih bagus daripada diri Rasulullah n. Seakan-akan matahari berjalan di wajahnya dan tidak pernah kulihat seseorang ynag jalannya lebih cepat daripada rasulullah n. seakan-akan tanah menjadi landai bagi beliau. Kami sudah berusaha mencurahkan kekuatan, tetapi seakan-akan beliau tidak peduli.

Kesempurnaan Jiwa dan Akhlak beliau
Nabi n berbeda dengan yang lain karena kefasihan bicaranya, kejelasan ucapannya, lancar, jernih kata-katanya, jelas pengucapan dan maknanya, sedikit ditahan, serta disisipi kata-kata yang luas maknanya. Beliau mengetahui logat-loga bangsa Arab, berbicara dengan setiap kabilah arab menurut loga masing-masing, berdialog dengan mereka menurut bahasa masing-masing. Ada kekuatan pola bahasa Badui yang cadas berhimpun pada dirinya. Begitu pula kejernihan dan kejelasan cara bicara orang yang sudah beradab, berkat kekuatan yang datang dari ilahi dan dilantarkan lewat wahyu.
Beliau adalah orang yang lembut, murah hati, mampu menguasai diri, suka memaafkan saat memegang kekuasaan dan sabar saat ditekan.
Beliau tidak membalas untuk dirinya sendiri kecuali jika ada pelanggaran terhadap kehormatan Allah, lalu dia membalas karena Allah. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridha.
Di antara sifat kemurahan hati dan kedermawanan bleiau yang sulit digambarkan, bahwa beliau memberikan apa pun dan tidak takut menjadi miskin. Ibnu Abbas berkata, "Nabi n adalah orang yang paling murah hati. Kemurahan hati beliau yang paling menonjol adalah pada bulan Ramadhan.
Rasulullah memiliki keberanian, patrionisme dan kekuatan. Beliau adalah orang yang paling pemberani mendatangi tempat-tempat yang sulit. Berapa banyak para pemberani dan patriot yang justru lari dari hadapan beliau. Ali berkata, "Jika kami sedang dikepung ketakutan dan bahaya, maka kami berlindung kepada rasulullah n. Tak seorangpun yang lebih dekat jaraknya dengan musuh selain beliau.
Nabi n adalah orang yang paling malu dan suka menundukkan mata. Abu Sa'id al Khudry berkata, "beliau adalah orang yang lebih pemalu daripada gadis di tempat pingitannya. Jika tidak menyukai sesuatu, maka bisa diketahui dari raut mukanya.
Beliau tidak pernah lama memandang ke wajah seseorang, menundukkan pandangan, lebih banyak memandang ke arah tanah daripada memandang ke arah langit, pandangannya jeli, tidak berbicara langsung di hadapan seseorang yang membuatnya malu. Tidak menyebut nama seseorang secara jelas jika beliau mendengar sesuatu yang kurang disenangi.
Nabi n adalah orang ynag paling adil, paling mampu menahan diri, paling jujur perkataannya dan paling besar amanatnya.
Beliau adalah orang yang paling tawadhu' (merendahkan diri) dan paling jauh dari sifat sombong. Beliau tidak menginginkan orang-orang berdiri saat menyambut kedatangannya seperti yang dilakukan terhadap para raja.
Beliau adalah orang yang paling aktif memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling menyayangi dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus pergaulannya, paling lurus akhlaknya, paling jauh dari akhlak yang buruk.
Beliau lebih banyak diam, tidak berbicara yang tidak diperlukan, berpaling dari orang yang berbicara dengan apa yang tidak baik. Tawanya berupa senyuman, perkataannya terinci, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Para shahabat tertawa jika beliau tersenyum, karena mereka hormat dan mengikuti beliau.
Sifat-sifat sempurna inilah yang membuat jiwa manusia merasa dekat dengan beliau, membuat hati mereka mencintai beliau, menempatkan bleiau sebagai pemimpin yang menjadi tumpuan harapan hati. Bahkan orang-orang yang dulunya bersikap keras terhadap beliau berubah menjadi lemah lembut, hingga akhirnya manusia masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong.



Sejarah Kemunculan Bid'ah

Kemunculan bid'ah -yang diperangi para salaf- tidak muncul dalam sekali waktu. Akan tetapi muncul pada masa dan waktu yang berbeda serta di tempat yang berlainan dan berjauhan. Di sini kita akan memaparkan beberapa fase sejarah kemunculan bid'ah. Fase ini sejak masa rasulullah saw hingga pertengahan abad ketiga.
1. Fase pertama
Selama kurun 23 tahun al qur'an turun secara bertahap kepada Rasulullah saw. Beliaupun menyampaikannya kepada manusia dan menjelaskan maknanya sehingga agama ini menjadi sempurna.

Para shahabatpun langsung mendengar al qur'an dari rasulullah saw dan mereka memahami maknanya kemudian mengimaninya serta mengamalkan syari'at di dalamnya. Adapun yang diturunkan di dalam al qur'an mencakup penjabaran tentang perkara ghoib seperti pengkabaran tentang dzat Allah, asma' dan sifat-Nya, perbuatan-Nya, tentang hari akhir, kejadian dan keadaan pada waktu itu, tentang jannah, neraka, balasan bagi setiap pahala dan dosa. Semua itu terkandung dalam al qur'an dan di dalam maknanya yang diturunkan padanya.
Rasulullah menyampaikan dan menjelaskannnya kepada para shahabat, merekapun menerima, memahami dan mengimaninya. Tidak pernah diketahui seorangpun dari mereka yang ragu dan tidak memahaminya.
Kami yakin bahwa mereka memahami apa yang ada di dalamnya apabila tidak memahaminya maka merekapun akan bertanya dan meminta penjelasan tentang maknanya, sebab terkait dengan perkara mendasar dalam kehidupan mereka yakni perkara i'tiqod (keyakinan).
Kita menyaksikan mereka membawa pedang ketika mereka belum menerima islam. Kemudian mereka berubah dan rela mengorbankan jiwa raga, anak, serta harta mereka. Mereka tidak akan melakukan hal itu di jalan yang mereka bodoh terhadap aqidahnya dan tidak mengetahui maksudnya.
Ya, para shahabat pernah bertanya kepada rasulullah saw tentang perkara-perkara syar'i yakni perkara amaliyah (amal) bukan i'tiqodiyah (keyakinan). Sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas ra: “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih baik daripada shahabat rasulullah saw. Mereka tidak bertanya kecuali tentang 13 perkara hingga rasulullah saw meninggal. Dan semua itu terdapat dalam al qur'an. “Mereka bertanya tentang haidh, mereka bertanya tentang bulan haram, mereka bertanya tentang anak yatim......” mereka tidak bertanya kepada rasulullah saw kecuali bermanfaat bagi mereka.”
Ibnu Qoyyim al Jauziyyah berkata: Pada masa nabi saw masih hidup para shahabat ra berada dalam satu aqidah, sebab mereka mendapati masa turunnya wahyu dan mendapatkan kemuliaan bershahabat dengan rasulullah saw dan beliau menghilangkan kelamnya keraguan dan kebingungan.
Beliau berkata juga: Para shahabat pernah berbeda pendapat dalam beberapa permasalahan ahkam (hukum-hukum islam) -padahal mereka pemimpin kaum mukminin dan umat yang paling sempurna imannya- akan tetapi dengan karunia Allah mereka sedikitpun tidak pernah berbeda pendapat dalam satu perkara asma' dan sifat serta perbuatan Allah swt.
Inilah gambaran nyata kehidupan shahabat ra, kehidupan mereka selamat dari penyimpangan aqidah yang mengotori kesuciannya.
Hampir saja sebagian inkhirof (penyimpangan) muncul pada generasi ini akan tetapi langsung mendapatkan terapi dan dihilangkan pada waktu itu pula sehingga sepanjang fase ini tidak muncul kebid'ahan.
Pada masa rasulullah sebagian shahabat berdebat tentang qodr, maka rasulullah saw marah dan melarang nya maka merekapun menghentikannya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Amru bin Ash berkata: sesungguhnya saw keluar dan mereka berdebat tentang qodr: ini mengambil ayat ini dan ini mengambil ayat ini, seakan-akan wajah beliau marah seperti buah delima. Beliau bersabda: apakah dengan perselisihan ini kalian diperintahkan dan disuruh untuk mempertentangkan kitabullah yang satu dengan yang lain? Perhatikan apa yang diperintahkan kepada kalian maka ikutilah dan apa yang dilarang kepada kalian maka jauhilah.
Hadits ini menunjukkan bahwa sebagian shahabat berdebat tentang perkara qodr pada masa nabi saw akan tetapi perdebatan ini berhenti dan tidak terulang lagi.
Setiap dari mereka tidak melakukannya kembali. Pun, tidak diriwayatkan dari salah seorang shahabat yang menghidupkan perdebatan. Bahkan diriwayatkan bahwa mereka menolak qodariyah ketika bid'ah tersebut muncul dan mereka berlepas diri dari hal tersebut.
Pernah juga terjadi pada masa Umar bin Khottob beberapa perkara atau kejadian aneh dan segera dihilangkan sehingga tidak muncul kembali setelahnya. Yakni kejadian yang terjadi pada Shobigh. Dia pernah bertanya tentang mutasyabihul qur'an maka Umarpun memukulnya hingga dia bertaubat.
Diriwayatkan dari Al Lalikaiy dengan sanadnya yang sampai kepada Sulaiman bin Yasar bahwasanya ada seorang laki-laki dari bani Ghoim yang dipanggil dengan Shobigh bin 'Asl dan dia memiliki buku-buku. Maka dia pun banyak mempertanyakan tentang mutasyabihul qur'an. Ketika hal itu sampai kepada Umar, maka diapun memanggilnya. Umar telah menyiapkan cambuk dari pelepah kurma. Maka ketika dia sampai kepadanya dan duduk, Umar bertanya: Siapa namamu? Aku Abdullah Shobigh, jawabnya. Umarpun berkata: Aku Abdullah Umar dan menunjuknya dengan cambuk kemudian dia memukulnya dengan cambuk tersebut. Umar terus memukulinya hingga melukai kepalanya dan mengalir darah dari wajahnya. Diapun berteriak: Cukup! Cukup, wahai amirul mukminin sungguh telah pergi apa fikiran yang ada dalam kepalaku.
Sejarah singkat ini menunjukkan pada fase ini belum muncul bid'ah dan penyimpangan dalam aqidah.
2. Fase kedua (37 H – 100 H)
Pada fase ini -dimulai sejak pertengahan khilafah (pemerintahan) Aly ra- mulai bermunculan induk-induk bid'ah. Hal ini dipengaruhi oleh memanasnya suasana politik pada masa shahabat karena perbedaan ijtihad mereka.
Pada fase itu muncul Khowarij dan Syiah. Kedua kelompok ini saling bertentangan, salah satunya mengkafirkan Ali ra dan berlepas diri darinya sedangkan yang lain menolong dan membelanya. Kemudian muncul bid'ah yang lain yakni Qodariyah dan Murjiah.
3. Fase ketiga(100 H-150 H)
Pada abad kedua hijriah muncul empat orang yang melakukan bid'ah yang dari merekalah yang kelak menjadi induk kesesatan. Mereka adalah:
a. Washil bin Atho' al Bashry
Dia adalah pendiri firqoh mu'tazilah. Dia dilahirkan di Madinah tahun 80 H dan berguru kepada Hasan Al Bashry. Kemudian ketika dia membuat bid'ah "manzilah baina manzilatain" (yakni di dunia dia tidak mukmin dan tidak kafir) maka Hasan al Bashry pun mengusirnya dari majelis beliau. Akhirnya dia membuat majelis khusus dan orang yang cenderung kepadanya bergabung bersamanya. Dia meninggal pada tahun 131 H.
b. Ja'd bin Dirham
Ja'd bin dirham adalah bekas budak Suwaid bin Ghoflah. Dia bersalal dari Khurosan dan tinggal di Damsyiq. Maka ketika dia mengeluarkan pernyataan tentang kholqul qur'an (qur'an adalah makhluk) maka pemerintahan Bani Umayyah memburunya, dan diapun melarikan diri ke Kufah. Di sana dia bertemu dengan Jahm bin Shofwan dan Jahm pun taklid terhadap pendapatnya. Akhirnya Kholid bin Abdullah al Qusary -amirul kufah- menangkapnya dan membunuhnya pada hari Idul Adha tahun 124 H.
c. Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya Jahm bin Shofwan Abu Mahroz al Samarqandy. Muncul di Tirmidz kemudian pindah ke Balkh dan menetap di sana. Dia sholat bersama Muqotil bin Sulaiman di masjidnya. Keduanya sering berdiskusi hingga dia pergi ke Tirmidz dan keluar dari pemerintahan bersama Harits bin Suraij. Diapun akhirnya dibunuh oleh Salm bin Ahroz di Ashbihan namun ada yang mengatakan di Marwa pada tahun 128 H.
d. Muqotil bin Sulaiman
Muqotil bin Sulaiman bin Basyrar Al Balkhy, terkenal dengan tafsir qur'annya. Namun para ulama berselisih tentang ketsiqohannya dan kecacatan periwayatannya. Dia meninggal pada tahun 150 H.
4. Fase keempat (150 H- 234 H)
Pada fase ini tidak didapati di dalamnya bid'ah baru. Akan tetapi bid'ah yang telah lama masuk saling tercampur dengan bid'ah yang lain. Sehingga firqoh sesat pada masa ini hanya terbatas pada empat yakni:
- Khowarij
- Syi'ah
- Mu'tazilah
- Murjiah
Syiah melahirkan Al Mujassamah, Mu'tazilah melahirkan Qodariyah dan sebagian Jahmiyah, dan Jabariyah masuk ke dalam Murjiah dan ke firqoh lainnya.
Pada masa itu mu'tazilah banyak melakukan kegiatan telaah. Para pembesar mereka mulai memperdalam dan menelaah kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan pada masa al Makmun (198 H-218 H)
Syahrostani berkata: "Ketika syaikh-syaikh mu'tazilah menelaah kitab-kitab filsafat yang tersebar pada hari-hari Makmun maka manhaj mereka tercampur dengan manhaj ahli kalam.
Mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang asing dan pendapat-pendapat nyeleneh yang menyimpang. Inilah yang menyebabkan mereka mengkafirkan kelompok lain. Begitu pula kelompok yang lain mengkafirkan mereka sebagaimana yang disebutkan oleh al Baghdady rh.



PENYEBAB MUNCULNYA BIDAH

Bidah tidak akan muncul di dalam masyarakat yang berpijak di atas aqidah shahihah yang bersumber kepada kitabullah dan sunnah rasulullah saw. Bid'ah bukanlah perkara biasa namun merupakan perkara menyimpang dan asing. Serta tidak terjadi dengan begitu saja atau kebetulan. Namun ada beberapa sebab yang mempengaruhinya. Dan di bawah ini beberapa penyebab munculnya bid'ah di tengah umat :

1. Ghuluw
Misalnya adalah madzhab Khowarij dan Syiah.
Khowarij mereka ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memahami ayat-ayat wa'iid (ancaman) dan mereka berpaling dari ayat-ayat raja' (harapan), wa'di (janji), ampunan, dan taubat. Sebagaimana firman Allah swt :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu." (An Nisaa': 48 & 116)
Begitu pula hadits rasulullah saw :
يا ابن آدم إنك لو أتيتني بقراب الأرض خطايا ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة
"Wahai anak adam, seandainya kalian mendatangi-Ku dengan dosa sebesar bumi dan kalian bertemu dengan-Ku tidak dalam menyekutukanku dengan sesuatu apapun, tentu Aku akan mendatangi kalian dengan ampunan sebesar itu pula."
Dan juga masih banyak nash-nash syar'I lainnya.
Pensyarh Thohawiyah mengatakan: Apabila nash-nash wa'di (janji) yang dijadikan dalil oleh Murjiah dan nash-nash wa'iid (ancaman) yang dijadikan dalil oleh Khowarij dan Mu'tazilah dipertemukan maka akan jelas kerusakan kedua kelompok tersebut.
Sedangkan syiah penyebab kemunculannya adalah ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap Aly bin Abi Tholib ra. Yang membawa pemikiran ini adalah Ibnu Saba' al Yahudy. Penyimpanan ini terus meluas hingga akhirnya mereka mengangkat kedudukan imam kepada kedudukan kenabian bahkan kepada kedudukan uluhiyah (ketuhanan).
2. Menolak bid'ah dengan bid'ah yang semisal bahkan lebih buruk
Misalnya adalah Murjiah, Mu'tazilah, Musyabbihah, dan Jahmiyah.
Murjiah, golongan ini muncul untuk melawan pemikiran Khowarij yang mengkafirkan Aly bin Abi Tholib dan yang melakukan tahkim bersamanya. Murjiah berkata: kita tidak menghukumi mereka (kafir)dan kami menagguhkan perkara kepada Allah. Perkataan mereka dalam irja' tidak hanya sampai ini, akan tetapi mereka mengatakan bahwa maksiat tidak dapat membahayakan keimanan sebagaimana keimanan tidak dapat memberi manfaat terhadap kekafiran.
Kemudian muncul Mu'tazilah, dengan bid'ah "manzilah baina manzilatain". Kelompok ini ingin menengahi Khowarij dan Murjiah . Sebagaimana jawaban Washil bin Atho' ketika ada pertanyaan yang dilontarkan di majelis Hasan al Bashry ketika menyebutkan sikap Khowarij dan Murjiah terhadap pelaku dosa besar dan meminta untuk dijelaskan tentang aqidah yang benar pada masalah itu. Namun washil mendahului Hasan al Bashry dan mengatakan bahwa pelaku dosa besar berada di "manzilah baina manzilatain". Dia menolak bid'ah dengan bid'ah.
Musyabbih, mereka menolak jahmiyah yang meniadakan asma' dan sifat Allah. Mereka tinggal di satu negeri yang sama yakni "Kota Balkh". Yang mana Jahm bin Shofwan meniadakan sifat Allah maka Ibnu Sulaiman pun menolaknya namun dia berlebihan dalam menetapkan sifat Allah hingga menyamakan Allah dengan makhluknya. Dia ingin menolak bid'ah namun menimbulkan bid'ah baru yang tidak kalah rusaknya dengan sebelumnya.
Jahmiyah, mereka menolak Qodariyah dengan bid'ah lain yakni dengan "jabr". Yang mana qodriyah meyakini bahwa seorang hamba adalah pencipta amalannya sendiri bukan Allah. Maka Jahm pun menolak hal tersebut dan menyatakan hal sebaliknya, Allahlah pencipta hamba dan amalannya tanpa memiliki kekuasaan dan pilihan. Dia bagaikan pelepah pohon kurma yang terkena tiupan angin. Diapun menolak bid'ah dengan bid'ah lain yang semisalnya bahkan lebih berbahaya sebab mereka meniadakan taklif dan balasan.
3. Pengaruh Eksternal
Yakni karena pengaruh pemimpin-pemimpin agama dan madzhab lain ke dalam aqidah firqoh-firqoh sesat dan menyimpang seperti Syi'ah, Qodariyah, dan Jahmiyah.
Syiah, sebagaimana diketahui Abdullah bin Saba' adalah seorang Yahudi dan dialah sumber ghuluw terhadap Ali ra.
Al Baghdady berkata: "Para peneliti Ahlu Sunnah berkata, sesungguhnya Ibnu Sauda' –yakni Ibnu Saba'- condong ke agama Yahudi dan ingin merusak agama kaum muslimin dengan takwil-waktilnya terhadap Ali dan anak-anaknya, supaya mereka berkeyakinan sebagaimana keyakinan kaum Nashrani terhadap Isa as.
Selain itu Ibnu Saba' mengingari kematian Ali dan berkata sesungguhnya Ali diangkat ke langit sebagaimana Isa as dan dia akan turun ke dunia untuk menuntut balas terhadap musuh-musuhnya.
Dari sini nampak jelas bahwa maksud keislamannya adalah untuk merusak umat islam. Pemikiran-pemikiran yang dia lontarkan inilah yang nantinya menjadi cikal bakal kelompok Syiah.
4. Menjadikan Akal sebagai sumber dalam menghukumi perkara syar'i
Sebagaimana di atas, para pelaku bid'ah menjadikan akal dalam menghukumi perkara aqidah. Mereka tidak menerima hadits yang bertentangan dengan apa yang ada dalam pikiran mereka dengan menghukumi akal atau takwil. Sehingga mereka menolak banyak hadits syarif yang shohih dan mencacat para perowinya.
Imam as Syatibi menyebutkan beberapa cara istidlal (pengambilan dalil) para pelaku bid'ah. Dia berkata: "Mereka menolak hadits-hadits yang tidak sesuai dengan maksud mereka dan madzhab mereka. Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan dalil maka wajib untuk menolaknya sebagaimana mereka menolak adzab kubur kemudian beliau menyebut hadits-hadits yang ditolak. Kemudian berkata: begitu juga hadits-hadits shohih yang diriwayatkan oleh adil.
5. Penerjemahan Kitab Falsafah Ke Dalam Bahasa Arab
Kitab-kitab falsafat Yunani dan yang lainnya dari kitab-kitab aqidah penyembah berhala telah diterjemahkan ke dalam bahasa arab pada masa al Ma'mun. Kemudian sekelompok kaum muslimin menelaahnya dan mereka tertipiu dengan manhajnya dalam pembahasan. Mereka menjadikannya sebagai timbangan syar'I atas nash-nash kitab dan sunnah. Mereka mentakwilkannya sehingga sesuai dengan manhaj falsafat. Sehingga terjadilah musibah yang besar dan penyimpangan yang sangat berbahaya.



Beriman Kepada Malaikat

Beriman kepada malaikat merupakan rukun iman di dalam islam. Oleh karenanya Allah mensifati aqidah seorang mukmin di dalam surat Al Baqoroh: 285
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
"Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (Al Baqoroh: 285)

Di dalam Al Qur'an penyebutan malaikat terdapat dalam 75 ayat di dalam 33 surat yang berbeda. Dan terdapat banyak hadits yang menunjukkan wajibnya beriman kepada malaikat. Salah satunya adalah hadits Umar bin Khottob tentang islam, iman, dan ihsan.
قَالَ –أَيْ جِبْرِيْلُ-: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ اْلِإيْمَانِ, قَالَ-أَيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلََّمَ-: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَ مَلاَئِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ وَ اْليَوْمِ الآخِرِ وَ تُؤْمِنَ باِلْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ قَالَ –أَيْ جِبْرِيْلُ-: صَدَقْتَ
”Lalu dia (Jibril) berkata: terangkanlah kepadaku tentang iman”. (Rosululloh) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.”Orang tadi (Jibril) berkata: ”Engkau benar.”

Makna iman kepada mereka
Makna beriman kepada mereka adalah pembenaran yang pasti bahwa Allah memiliki malaikat yang diciptakan dari cahaya yang tidak bermaksiat kepada Allah atas perintah Allah dan melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya.
Beriman kepada mereka mencakup beberapa hal:
1. Mengimani wujud (keberadaan) mereka
2. Beriman kepada nama-nama mereka yang telah diketahui
3. Mengimani sifat-sifat mereka
4. Mengimani bahwa mereka beramal serta mengimani pekerjaan mereka

Keyakinan Sebelum Datangnya Islam
Orang-orang musyrik sebelum datangnya islam mereka berkeyakinan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Mereka mengatakan hal itu sehingga Allah pun menolaknya dengan firman-Nya:
"Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban." (Az Zukhruf: 19)
"atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan (nya)? Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: "Allah beranak". Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta." (Ash Shoffat: 150-152)

Sifat-sifat mereka
Manusia tidak dapat mengetahui hakekat malaikat kecuali apa yang datang dari Rasulullah . Oleh karenanya kita mencukupkan diri dengan apa yang ada nashnya tidak mengatakan kecuali ada dalil tentangnya. Di antara sifat yang disebutkan di dalam nash adalah sebagai berikut:
1. Mereka diciptakan dari cahaya
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَ خُلِقَ الجِانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَ خُلِقَ آدَمَ مِمَّا وُصَفَ لَكُمْ ( رواه مسلم)

Dari 'Aisyah x berkata, dari rasulullah  bersabda: "Malaikat diciptakan dari cahayat, dan jin diciptakan dari kilatan api, sedangkan manusia diciptakan ………… (H.R. Muslim)
2. Mereka tidak dapat dilihat
عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَ سَلَّمَ: يَا عَائِشَةَ هَذَا جِبْرِيْلُ يَقْرَئُكَ السَّلاَمَ, قَالَتْ : وَ عَلِيْهِ السَّلاَمَ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ هُوَ يَرَى مَا لاَ أَرَى (متفق عليه)
Dari Abu Salamah bahwasanya 'Aisyah x berkata, rasulullah  bersabda: "Wahai 'Aisyah, ini Jibril datang dan dia menyampaikan salam kepadamu! 'Aisyah pun menjawab: Begitu pula 'alaihis salam wa rahmatullah (baginya keselamatan dan rahmat Allah), dia dapat melihatku sedangkan aku tak dapat melihatnya. (Muttafaq 'Alaihi)
3. Malaikat dapat berubah wujud
- Sebagaimana kisah pada hadits islam, iman, dan ihsan
- Turunnya Jibril yang mendatangi Maryam
"Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Qur'an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa." (Maryam: 16-19)
- Kisah tamunya nabi ibrahim
"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaaman", Ibrahim menjawab: "Salaamun" (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: "Silakan kamu makan".(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu takut," dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak)." (Adz Dzariyat: 24-28)
- Kisah tamu yang mendatangi nabi Luth
Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Lut, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit." Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Lut berkata: "Hai kaumku, inilah putri-putri (negeri) ku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" (Hud: 77-78)
- Kisah tentang dua orang yang berselisih dan mendatangi nabi Daud
Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar? Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat lalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Shod: 21-22)
4. Mereka memiliki kekuatan yang luar biasa
- Dengan jumlah mereka yang sedikit mampu mengangkat 'Arsy Allah
Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka". (Al Haqqoh: 15-17)
- Mampu meniup sangsakala sehingga seluruh penduduk langit dan bumi mati
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (Az Zumar: 68)
- Utusan kepada nabi Luth yang membalikkan bumi bagian atas menjadi bagian bawah
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi". (Hud: 82)

5. Mereka taat kepada Allah dan bersegera melaksanakan perintah-Nya
- Mereka tidak sombong, tidak capai, dan mereka senantiasaa bertasbih kepada Allah siang malam.
"Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya." (Al Anbiya': 19-20)
- Kisah penciptaan Adam
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al Baqoroh: 30)
- Mereka tidak beramal kecuali atas perintah-Nya
Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. (Al Anbiya: 26-27)
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At Tahrim: 6)
6. Mereka senantiasa mendekatkan diri kepada Allah
"Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud." (Al A'rof: 7)
7. Mereka tidak menikah dan tidak memiliki keturunan
- Allah mencela orang-orang kafir yang menyebut malaikat sebagai anak perempuan dan mengancam atas persaksian mereka yang dusta, serta akan menanyakan tentang kedustaan mereka di hari kiamat kelak
"Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban." (Az Zukhruf: 19)
8. Ada di antara mereka yang menjadi utusan Allah untuk menyampaikan syariat kepada para nabi
"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Fathir: 1)
9. Mereka mampu naik turun antara langit dan bumi
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun". (Al Ma'arij: 4)

10. Mereka takut kepada Allah walaupun mereka tidak bermaksiat dan senantiasa beribadah
"Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya" (Ar Ro'd: 13)
"Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)". (An Nahl: 49-50)
11. Mereka diciptakan sebelum diciptakannya Adam p (
Kisah akan diciptakannya manusia (Al Baqoroh: 30)
12. Mereka memiliki sayap dua, tiga, empat, dan lebih
"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Fathir: 1)
فِيْ الصِّحَاحِ عَنْ عَائِشَةَ : أَنَّ الرَّسُوْلَ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَأَى جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ فِيْ صُوْرَتِهِ مَرَّتَيْنِ, لَهُ سُِّتمِائَةِ جَناَحٍ قَدْ سَدَّ اْلأَفَقَ: مَرَّةٌ لَيْلَةَ عُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ عِنْدَ سِدْرَةِ اْلمُنْتَهَى وَ أخْرَى ِفْي أَسْفَلِ مَكَّةَ بِمَكَانٍ اسْمُهُ "أَجْيَاد"
Dalam hadits shahih dari 'Aisyah x bahsawanya rasulullah  melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali, dan dia memiliki 600 sayap yang menutupi ufuk (langit). Yang pertama ketika malam mi'roj dari langit ke sidrotul muntaha dan yang lain ketika di makkah di tempat "Ajyad"
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً يَطُوْفُوْنَ فِيْ الطُّرُقِ يَلْتَمِسُوْنَ أَهْلَ الذِّكْرِ, فَإِذَا وَجَدُوْا قَوْمًا يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَنَادَوْا: هَلِّمُوْا إِلَى حَاجَتِكُمْ, قَالَ: فَيَحُفُّوْنَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ..........إلى آخر الحديث
Dari Abu Hurairah , dia berkata Rasulullah  bersabda: "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang senantiasa berkeliliing di jalan-jalan untuk mencari kaum yang berdzikir. Apabila mereka mendapatkan kaum tersebut maka mereka saling menyeru: 'kemarilah untuk memenuhi hajat kalian. Beliau bersabda: "Maka merekapun mengepakkan sayap mereka hingga menutupi langit dunia". (H.R. Bukhori)

Jumlah mereka
Jumlah malaikat merupakan rahasia ilahi. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Sebagaimana firman Allah :
وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ (الدثر: 31)
"Dan tidak ada yang mengetahui tentara Rabbmu melainkan Dia sendiri." (Al Mudatsir: 31)
Di dalam hadits rasulullah bersabda:
أطَّتِ السَّمَاءَ و َحُقَّ لَهَا أَنْ تَئِطَ, مَا فِيْهَا مَوْضِعَ قَدٍَم إِلاَّ وَ فِيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ أَوْ رَاكِعٌ (جاء الحديث بروايات متقاربة الألفاظ عند الإمام أحمد و الترمذي و انب ماجه و أبي القاسم الطبراني)
"Langit berdengung (karena penuh dengan malaikat) dan pasti akan bergerak, tidaklah ada di langit setiap jengkal kaki berpijak kecuali di sana terdapat malaikat yang bersujud dan ruku'".

Buah iman kepada mereka
Sesungguhnya beriman kepada mereka berbuah beberapa hal:
1. Mengetahui keagungan (kebesaran) Allah, sesungguhnya agungnya ciptaan menunjukkan agungnya sang pencipta.
2. Bersyukur kepada Allah atas penjagaan mereka terhadap anak adam (manusia). Sesungguhnya setiap dari mereka diberi tugas untuk menjaga mereka, mencatat amal mereka, dan tugas-tugas lainnya.
3. Mencintai malaikat karena mereka senantiasa beribadah kepada Allah.

Kaitannya dengan manusia
Allah memberi tugas malaikat kepada seluruh manusia. Oleh karena mereka memiliki kaitan yang sangat erat sejak masih berupa embrio. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim al Jauziyah dalam kitabnya "Ighotsatul Lahfan": "Sesungguhnya mereka ditugaskan dalam penciptaan manusia dari setiap fase ke fase selanjutnya, dalam pembentukannya serta, penjagaannya di dalam 3 masa gelap, menuliskan rizqinya, amalnya, ajalnya, dan nasibnya –sengsara dan bahagianya-, dan senantiasa bersamanya dalam setiap keadaan, mencatat seluruh perkataan dan amalnya, menjaga mereka dalam ketika hidup, mencabut nyawa mereka ketika mati, mengembalikan mereka kepada Sang Pencipta, mengadzab mereka di alam barzakh dan sesudah hari kebangkitnan.
Kaitannya dengan orang mukmin: mereka meneguhkan hati mereka dengan izin Allah, menolong mereka, membunuh musuh-musuh, mereka adalah wali-wali orang mukmin di dunia dan di akhirat, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan serta menghindarkannya dari marabahaya. Mereka memintakan ampun kepada Allah dan mendoakan manusia selama berada dalam ketaatan kepada-Nya, memberi kabar gembira dalam tidurnya, ketika kematiannya, ketika hari kebangkitan. Mereka mengingatkan ketika lupa, memberi semangat ketika malas, meneguhkan hati ketika bimbang, dan berusaha untuk kemaslahatan mukmin di dunia dan di akhirat.
Kaitannya dengan orang kafir: mereka tidak menyukai orang kafir dholim serta pendosa bahkan memerangi serta memusuhi mereka dan menggoncangkan hati mereka, menurunkan adzab dengan perintah Allah serta melaknat mereka.

Atheis, Bagaimana Berdakwah Kepada Mereka?

Berbicara dakwah maka tidak dapat terlepas dari dai yang menyampaikan dakwah tersebut. Dalam berdakwah, dai bijak haruslah mempelajari serta mengetahui keadaan masyarakat dari segala sisi. Keyakinan, ekonomi, finansial, pendidikan serta strata yang berlaku dalam masyarakat.
Sehingga ketika dalam berdakwah ia pun dapat menempatkan mereka sesuai dengan kondisi sosial mereka. Selain itu dai dapat menyeru mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka serta menempatkan fasilitas sarana dan prasarana yang tepat sehingga dapat menunjang keberhasilan dakwahnya. Oleh karenanya Ali bin Abi Tholib berkata:

حَدِّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ, أَتُحِبُّوْنَ أَنْ يُكَذِّبَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ
"Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Apakah kalian ingin Allah dan rasul-Nya didustakan?"
Ali bin Abi Tholib memperingatkan para dai agar menyeru manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Sebab apabila akal mereka tidak dapat memahami apa yang disampaikan, maka akan menjadi bumerang bagi dai tersebut. Yakni mereka akan menolak dakwah tersebut. Bukan karena ingin mendustakan Allah dan rasul-Nya, namun karena akal mereka tidak dapat mencernanya.
Pada kesempatan yang lain Abdullah bin Mas'ud juga menasehatkan hal yang senada. Dia berkata:
مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيْثًا لاَ تَبْلُغُهُ عُقُوْلهًَُمُ ْإِلاَّ كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةٌ
"Tidaklah kalian berbicara kepada suatu kaum yang mana akal mereka tidak dapat mencernanya kecuali pasti terjadi fitnah di antara mereka."
Pun, rasulullah n ketika mengutus Mu'adz ke Yaman sebagai dai, qodhi, dan mu'allim di sana beliau bersabda:
إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi ahlu kitab"
Rasulullah n menjelaskan kepada Mu'adz tentang keadaan orang-orang Yaman. Beliau menjelaskan bahwa mayoritas penduduknya adalah ahlu kitab. Tentu saja hal itu perlu diketahu oleh Mu'adz. Sehingga mu'adz dapat menentukan metode yang tepat dalam mendakwahi mereka. Sebab berdakwah kepada ahlu kitab berbeda dengan cara berdakwah kepada orang musyrik pada umumnya. Berbeda pula cara berdakwah kepada Atheis, Nasrani, penyembah berhala, penyembah dewa, penganut animisme dan dinamisme, serta penganut agama lainnya.
Mempelajari lingkungan tempat berdakwah merupakan perkara yang sangat penting. Seorang dai membutuhkan pengetahuan tentang keadaan mad'u (objek dakwah). Pengetahuan tersebut meliputi keyakinan, kejiwaan (psikologi), sosial, ekonomi, finansiat, sumber-sumber kesesatan, serta penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat dengan pengetahuan yang baik. Selain itu, bahasa, logat, kebiasaan, serta subhat yang menyebar di masyarakat serta madzhab-madzhab merekapun perlu diketahui.
Seorang dai tidak akan berhasil dalam dakwahnya apabila tidak tepat dalam melakukan tindakan dan perkataan. Laiknya seorang dokter yang memeriksa penyakit pasiennya. Dia harus tahu penyakit pasien dan tepat dalam mendiagnosanya kemudian memberikan obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita. Dia harus memperhatikan kebutuhan pasiennya. Apabila memerlukan pembedahan maka dilakukan operasi. Apabila membutuhkan amputasi maka haruslah dipotong anggota badannya tersebut agar penyakit yang diderita tidak menyebar dan menular ke bagian yang lain.
Inilah potret seorang yang yang mampu menentukan prioritas dalam berdakwah. Dia mampu menempatkan amalan apa yang harus dikerjakan dengan segera, apa yang dapat diakhirkan dan ditunda, serta amalan apa yang jangan dikerjakan.

Berdakwah kepada atheis
Atheis merupakan sebutan bagi mereka yang tidak percaya adanya sang pencipta Hingga kini mereka tetap eksis di dunia ini. Padahal kita hidup di masa ketika teknologi dan informasi pesatnya. Masa ketika banyak ditemukan penemuan-penemuan yang menyingkap kebesaran sang pencipta tak terbantahkan lagi. Namun tetap mereka mengingkari adanya Sang Pengatur alam raya dan mengatakan bahwa semua ini terjadi dengan sendirinya. Kehancuran serta kematian merekapun bukan kehendak Sang Pencipta namun karena masa.
Oleh karenanya mereka tidak mengenal selain kehidupan dunia. Hidup hanya mencari kesenangan dunia. Semua hanya untuk memenuhi kebutuhan syahwat. Tidak ada balasan bagi mereka yang berbuat baik dan tak ada siksaan bagi yang berbuat semena-mena. Kehidupan dan kematian berjalan dengan apa adanya.
Andaikata ada seseorang yang berdiri di tepi sungai kemudian dia melihat sebongkah kayu mengalir menghampirinya dan dengan sendirinya kayu tersebut berubah bentuk menjadi perahu dapatkah hal ini dipercaya? Maka sungguh tepat sekali pepatah arab yang mengatakan "Anak onta membuktikan adanya onta (induk)". Bukankah hamparan alam semesta ini menunjukkan sang pencipta? Adakah orang yang berakal masih ragu tentang adanya sang pencipta?
Namun bukan berarti kedudukan mereka tersebut membuat kita berpaling dan meninggalkan serta tidak berdakwah kepada mereka. Hal ini tentu lebih buruk madhorotnya. Lantas siapakah yang akan mendakwahi mereka dan menyeru kepada Islam?

Kedudukan Atheis
Sebelum berdakwah kepada mereka dai perlu mengetahui kedudukan mereka dalam tinjauan syar'i. Setidaknya pengetahuan tersebut dapat menjadi landasan untuk melakukan tindakan.
1. Iblis lebih baik
Iblis adalah makhluk yang dilaknat Allah swt, diusir dari jannah, dan akan menjadi penghuni neraka yang kekal di dalamnya. Bukan karena iblis tidak beriman kepada sang pencipta, namun karena dia menyombongkan diri dan menolak untuk sujud kepada Adam. Dia menyatakan dirinya lebih mulia daripada Adam sehingga enggan untuk bersujud. Hal ini diceritakan Allah dalam firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". (Al A'rof: 11-15)
Ayat tersebut menceritakan tentang permintaan iblis agar ditangguhkan penyiksaan terhadap dirinya. Dia menyeru "Wahai Rabbku". Di sini iblis menyebut Allah dengan Rabbku. Walaupun dia menolak bersujud kepada Adam namun dia tetap mengakui Allah sebagai rabb. Padahal secara makna rabb adalah pencipta, pemilik, pengatur, yang mendatangkan maslahat, yang memberi rizqi.
Lantas orang-orang atheis tidak mempercayai adanya pencipta. Maka layaklah bagi kita menyebut iblis lebih baik daripada atheis –walaupun keduanya merupakan penghuni neraka-.
2. Orang musyrik masih beriman
Bukan karena tak percaya adanya sang pencipta atau karena durhaka kepada rasul-Nya . namun disebabkan dia menduakan dalam ibadah, merekapun termasuk yang akan menjadi penghuni neraka. Mereka beriman kepada Allah dan mereka mengakui Allahlah yang memberi rizqi. Hal inilah yang difirmankan Allah :
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) (المؤمنون: 86-87)
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" (Al Mu'minun: 86-87)
Imam at Thobary menafsirkan ayat ini beliau berkata: Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad untuk bertanya kepada mereka (orang-orang musyrik): Siapakah Rabb pencipta langit tujuh dan Rabb 'Arsy yang Maha Mengetahui? Tentu mereka akan mengatakan semua itu milik Allah, dan Dialah Rabb penciptanya. Kemudian katakanlah kepada mereka: Apakah kalian tidak takut terhadap balasan-Nya atas kekufuran kalian, pendustaan kalian terhadap kabar-Nya dan kabar rasul-Nya?
Sebab kekufuran mereka adalah karena menjadikan berhala-berhala yang mereka sembah sebagai perantara kepada Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (3) الزمر : 3
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (Az Zumar: 3)
3. Fir'aun hatinya yakin
Meskipun fir'au mengaku dirinyalah rabb tertinggi sebagaimana difirmankan Allah :
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (النازعات :24)
(Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". (An Nazi'at: 24)
Namun pada hakekatnya di dalam hatinya yang dalam dia yakin. Disebabkan kesombongannyalah dia enggan mengucapkan kalimat tauhid.
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (النمل :4)
"Dan mereka mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (An Naml: 14)
Imam At Thobari menafsirkan ayat ini: "Ketika datang ayat-ayat dari Allah (tofan, belalang, kutu, katak dan darah) dia mengingkarinya dan dia mengatakan itu adalah sihir yang nyata. Padahal di dalam hatinya dia mengetahui dengan yakin bahwa semua ayat-ayat itu datang dari Allah ldisebabkan karena kedholiman dan kesombongan.z
Dibalik tindakan semena-menanya, penindasannya terhadap bani Israel, pembunuhan anak laki-laki yang terlahir dari setiap rahim wanita, serta tindakan kekejian lainnya ternyata menyimpan keyakinan adanya sang pencipta.
Dari pemaparan di atas menunjukkan bahwa kedudukan atheis lebih hina daripada iblis, fir'aun, dan orang-orang musyrik sekalipun. Sebab iblis, fir'aun, dan orang-orang musyrik masih mengakui adanya sang pencipta. Sedangkan atheis mereka menolak dan tidak mempercayainya.

Metode Dakwah Kepada Mereka
Setelah mengetahui bagaimana kedudukan mereka, tentu dalam menyeru mereka memerlukan metode tersendiri. Dibutuhkan seni dalam berdakwah kepada mereka. Setidaknya ada beberapa metode yang dapat digunakan.
1. Dalil Fitriyah
Fitroh adalah keadaan awal manusia diciptakan. Rasulullah n bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تَنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا جَدْعَاءَ؟
"Tidaklah setiap anak yang terlahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitroh. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna. Apakah kalian mendapatkan dia cacat?
Hikmah berdakwah kepada mereka adalah seorang dai menggunakan dalil-dalil fitriyah. Dia menjelaskan bahwa setiap anak yang terlahir dalam bentuk apapun siap menerima agama, apabila dibiarkan begitu saja maka dia akan condong terhadap apa yang disukai. Dan setiap anak terlahir dengan mengetahi Allah dan menetapkannya sebagai rabb yang berhak disembah.
Maksud fitroh adalah fitroh islam dan selamat dari keyakinan-keyakinan batil serta menerima aqidah shohihah. Sesungguhnya hakekat islam adalah berserah diri hanya kepada Allah semata.
Rasulullah n menjelaskan bahwa selamatnya hati dari cacat laiknya selamatnya badan dari aib. Sedangkan cacat merupakan perkara yang baru –dalam artian setelah dia dilahirkan-. Rasulullah n bersabda:
إِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ كُلُّهُمْ وَ إِنَّهُمْ أَتْتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ وِ حَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَ أَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوْا بِيْ مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانَا
"Sesungguhnya Aku menciptakan hambaku dalam keadaan lurus. Kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan dari agama mereka. (Setan tersebut) mengharamkan apa yang telah Aku halalkan bagi mereka dan memerintahkan untuk menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ku beri kekuasaan."(HR. Muslim dan Ahmad)
Imam nawawi mensyarh hadits ini: manusia diciptakan dalam keadaan fitroh yakni muslim. Ada yang mengatakan mereka suci dari maksiat. Pendapat lain bahwa mereka lurus dan mau menerima hidayah. Namun syaithon menggelincirkan mereka dan menghalangi mereka dari agama mereka.
Ibnu Taimiyah berkata: "Permisalan fitroh dengan kebenaran seperti mata dengan matahari. Maka setiap yang memiliki mata, apabila tidak dihalangi dengan hijab tentu dapat melihat matahari. Sedangkan keyakinan batil seperti yahudi, nasrani, dan majusi seperti hijab (penghalang) yang menghalangi mata untuk melihat matahari. Begitu juga setiap yang memiliki panca indra yang sehat suka terhadap rasa manis. Kecuali apabila terdapat kerusakan dalam jaringannya sehingga mengubah rasa manis terasa pahit.
Bukan berarti ketika dia terlahir dalam keadaan mengenal islam dan meyakini islam dengan amalannya. Sebab Allah berfirman: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An Nahl: 78)
Akan tetapi maksudnya adalah fitrohnya untuk mengetahui islam dan mau menerima kebenaran serta menetapkan rububiyatullah. Apabila dia tidak diajari selain islam tentu dia akan menjadikan islam sebagai agamanya.
Allah telah mengabarkan bahwa dia mengeluarkan manusia dari tulang sulbi adam dan meminta persaksian mereka bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al A'rof: 172)
2. Dengan Dalil-Dalil aqliyah
Apabila orang-orang atheis, komunis, dan yang lainnya mengingkari wujud Allah l maka metode dakwah kepada mereka dapat menggunakan metode dalil-dalil aqliyah sebagai berikut:
a. Tiada Kata Kebetulan
Mereka berkeyakinan bahwa semesta ini terjadi dengan sendirinya. Batu-batuan, pohon-pohonan, lautan, danau, sungai, hewan-hewan, dan manusia seuanya merupakan hasil evolusi alam. Tidak ada yang menciptakannya dan mengaturnya, serta tidak ada maksud di balik penciptaannya.
Kepada mereka kita katakan: bagaimana keteraturan yang sempurna ini dapat terjadi dengan sendirina? Dapatkah semua ini terjadi denagn kebetulan? Dapatkah seluruhnya diterima akal? Adakah yang dapat menerangkan seluruh kebetulan ini?
Langit berjalan sesuai dengan porosnya, bulan beredar mengelilingi bumi, satelit-satelit berputa sesuai dengan jalur edarnya, siklus air menguap dan menjadi hujan. Manusia lahir menjadi anak, dewasa, dan mati, serta seluruh keteraturan lainnya dapatkah dikatakan hanya sebuah kebetulan?
Seperti seseorang yang berjalan di jalan raya dengan berjalan kaki, naik motor, mengendarai mobil tanpa ada lampu lalu lintas yang mengaturnya. Dapatkah semua berjalan tanpa terjadi tabrakan atau kekacauan? Tentu saja jawabannya adalah tidak!
Apabila ada seseorang yang membenarkan pernyataan "kebetulan" maka dia pastilah orang yang tidak sehat akalnya. Sebab tidak mungkin mereka yang berakal mengatakan hal tersebut. Allah berfirman: "Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan) mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata." (Ibrohim: 10)
Ayat di atas merupakan dalil qoth'I (pasti) tentang adanya Sang Pencipta segala sesuatu. Tiada kata kebetulan dalam keteraturan alami ini.
b. Yang Tidak Ada Tak Dapat Mencipta
Kaidah aqliyah yang selayaknya digunakan oleh dai adalah yang tidak ada tidak dapat mencipta. Maka sesuatu ang tidak ada wujudnya tidak dapat mencipta sesuatu apapun karena tiada ada wujudnya.
Apabila seseorang yang berakal memperhatikan makhluk-makhluk yang ada di sekitarnya, manusia melahirkan, hewan beranak, angin bertiup, hujan turun, gemuruh suara halilintar, pergantian malam dan siang, peredaran matahari, bulan, bintang yang begitu teraturnya. Apabila dia memperhatikan ini semua tentu akalnya akan berkata bahwa ini semua bukan ciptaan dari yang tidak ada. Namun ini diciptakan oleh sang pencipta dari yang maujud (yang ada).
c. Sesuatu Yang Tidak Mempunyai Tidak Memberi
Merupakan hal maklum (yang telah diketahui) bahwa yang tidak memiliki harta tidak akan dimintai sesuatu. Orang yang bodoh tidak akan keluar darinya ilmu. Sebab yang tidak mempunyai sesuatu tidak akan memberi.
Apabila meeka menyangkal bahwa alam inilah yang mencipta sungguh menyelisihi akal. Sebab alam tidak memiliki pengalaman sedangkan yang diciptakan memiliki pengalaman. Alam tidak memiliki keinginan dan mereka memiliki keinginan. Alam tidak memiliki ilmu sedangkan mereka memiliki. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa yang tidak memiliki tidak dapat memberi? Apakah mereka tidak memiliki kemampuan tidak akan dapat mencipta sesuatu? Allah berfirman: "Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (Al Hajj: 73)
Maka sang Kholik (pencipta) haruslah sempurna mutlak dengan memiliki sifat berikut ini:
- Tidak membutuhkan yang lain
- Menjadi yang pertama tanpa ada pendahulunya, dan menjadi yang terakhir tanpa ada yang sesudahnya
- Tidak terbatas ruang lingkup waktunya
- Tidak memiliki batasan tempat
- Mampu melakukan segala sesuatu
- Mengetahui segala sesuatu, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi, dan apa yang tidak akan terjadi serta bagaimana semua itu terjadi
d. Hukum Klausal (Sebab-Akibat)
Akal yang sehat menyaksikan bahwa sejak manusia membuka matanya maka dia tidak akan menyaksikan suatu kejadian kecuali pasti ada sebabnya. Atau sesuatu terwujud tanpa ada sesuatu yang tidak ada. Tidak ada yang mengakui hal itu kecuali akal yang sakit.
Bahkan orang baduipun mengetahui hukum klausal. Contohnya adalah ketika mereka ditanya tentang dalil adanya Rabb pencipta. Mereka akan menjawab: "Subhanallah, sesungguhnya anak onta menunjukkan keberadaan induk ontanya". Sesungguhnya jejak menunjukkan bekas perjalanan. Langit yang menjulang tinggi, bumi terhampar luas, laut bergelombang, malam gelap gulita, siang terang benderang, bukankah itu menunjukkan adanya Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui?
Setiap makhluk pasti ada penciptanya. Setiap sesuatu pasti akan meninggalkan jejaknya, penemuan yang baru pasti ada yang menemukannya dan ini merupakan qiyas yang benar.
Atas dasar inilah kita mengetahui bahwa bumi, langit, manusia, hewan, matahari, bulan, malam dan siang pasti penciptanya. Dan semua ini tidak ada yang mampu menciptakannya kecuali Allah Yang Maha Kuasa.
e. Ciptaan Menunjukkan Sebagian Sifat Sang Pencipta
Kaidah ini juga dapat digunakan untuk membantah orang-orang atheis. Yakni ciptaan menunjukkan sebagian sifat sang pencipta. Sebab segala sesuatu yang terdapat dalam ciptaan menunjukkan kemampuan, ilmu, serta pengetahuan serta hikmah Sang Pencipta. Dari sini kita mengetahui bahwa berfikir tentang ciptaan menunjukkan sebagian sifat Sang Pencipta.
Apabila mereka tetap mengingkarinya maka kita katakana kepada dia: "Perhatikan dalam penciptaanmu, lihatlah awal penciptaanmu ketika masih berupa air mani kemudian segumpal darah dan menjadi segumpal daging kemudian ada tulang dan daging yang melapisinya hingga menjadi manusia yang sempurna anggota badannya baik yang dhohir (organ luar) dan batin (organ dalam)".
Tidak diragukan seorang yang berakal dan jujur apabila memikirkan hal itu tentu akan menghantarkannya pada pengakuan terhadap kebesaran sang pencipta dan kekuasan-Nya serta hikmah-Nya.
3. Tanda-Tanda Yang Dapat Ditangkap Dengan Panca Indra
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan wujud Allah dan rububiyah-Nya bahwa Allahlah yang paling berhak untuk disembah adalah dalil-dalil yang dapat didengar dan dilihat oleh panca indra. Dan dalil ini ada dua macam:
a. Terkabulnya doa di setiap waktu
Tak dapat terhitung berapakah hamba Allah yang dikabulkan doanya. Berapa banyak yang meminta kepada-Nya dan Allah pun mengangkat darinya musibah tersebut. Ini semua merupakan tanda-tanda nyata serta tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang sombong.
Berapa banyak orang-orang mukmin yang kelaur dengan hati taubat dan meminta kepada Rabb mereka agar menurunkan hujan. Kemudian datang awan kelam disertai mendung yang menaungi desa atau kota di mana mereka orang-orang berdoa di sana dan turunlah hujan. Padahal desa disekitarnya tidak terkena hujan sedikitpun. Berapa banyak pula orang-orang yang terdesak mendapatkan jalan keluar dari masalah mereka. Dan seringkali permintaan tersebut terkabul dengan segera. Allah berfirman:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)." (An Naml: 62)
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: "Allah mengingatkan bahwa Dialah yang diseru ketika manusia memiliki kebutuhan yang sangat. Tidak ada seorangpun yang menemui kesusahan kecuali pasti kepada-Nya mereka berdoa."
Hal ini disaksikan oleh jutaan kaum muslimin dan jutaan manusia lainnya di belahan bumi timur dan barat.
Siapakah yang mendengar doa yang meminta pertolongan kemudian mendatangkan pertolongan dan menurunkan hujan? Apaah dia berhala yang tidak dapat melakukan apapun?
Tentunya setiap orang yang menyaksikan semua hakekat ini akan terusik aklanya dan mengakui bahwa ada Rabb Yang Maha Kuasa Maha Melihat Maha Mendengar Maha Pengkabul.
b. Mukjizat
Ini merupakan tanda terbesar yang menunjukkan adanya yang mengutus para rasul. Sebab hal ini merupakan perkara yang di luar kemampuan manusia. Allah memberikannya sebagai penguat para rasul-Nya dan untuk melindungi mereka.
Sebagai contoh adalah Mukjizat nabi Musa as. Ketika Allah memerintahkannya untuk memukul laut dengan tongkatnya. Maka diapun memukulnya dan seketika laut terbelah menjadi dua dan airnya menjulang tinggi bak gunung. Kaum nabi Musa pun dapat melewati laut tersebut dan menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya. Allah berfirman: "Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar." (Asy Syu'aro: 63)
Mukjizat nabi Isa yang dapat menghidupkan mayat dan mengeluarkannya dari kubur mereka dengan izin Allah, menciptakan burung dari tanah serta menyembuhkan orang buta.(Al Maidah: 110)
Mukjizat nabi Muhammad n yang dapat membelah bulan. Yakni ketika orang-orang quraisy meminta tanda kebenaran kepada beliau. Maka rasulullah n pun menunjuk ke bulan dan terbelahlah menjadi dua. Mereka semua melihat kejadian tersebut dengan nyata. (Al Qomar: 1-2)
Tanda-tanda tersebut merupakan tanda paling nyata yang menunjukkan keberadaan Allah l.
4. Berdebat dengan mereka
Cara ini dapat digunakan untuk mematahkan argumen mereka. Para salaf pun menggunakan cara ini untuk mematahkan argumen mereka. Sebagai contoh adalah kisah Imam Abu Hanifah ketika berdebat dengan orang atheis yang mengingkari eksistensi Allah. Beliau pun bercerita kepada mereka:
"Bagaimana pendapat kalian, jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang, penuh dengan barang-barang dan beban. Kapal tersebut mengarungi samudera. Gelombangnya kecil, anginya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai rencana tanpa goncangan dan berbelok arah, padahal tak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akalkah cerita ini?
Mereka mengatakan: "Tidak mungkin. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima akal, bahkan oleh khayal sekalipun, wahai syeikh." Lalu Abu Hanifah berkata: "Subhanallah, kalian mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi, namun kalian mengakui bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh bintang dan benda-benda langit serta burung yang berterbangan tanpa adanya Pencipta yang sempurna penciptaan-Nya dan mengaturnya dengan cermat?! Celakalah kalian, lantas apa yang membuat kalian ingkar kepada Allah?!
5. Dalil Syar'iyah
Jalan menuju hidayah adalah dengan mengikuti apa yang datang dari Allah dan rasul-Nya. Yakni mengumpulkan dan menggabungkan antara dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli inilah petunjuk yang paling berpengaruh dalam menunjuki manusia kepada ma'rifatullah dan beriman kepada-Nya. Serta mendorong yang diberi petunjuk untuk beramal guna mensucikan diri serta membawa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berbeda dengan dalil aqliyah. Walaupun dapat mengeluarkan seseorang dari kebimbangan dan kebingungan fikiran. Namun tidak dapat membersihkan jiwa, tak dapat meluruskan akhlak, serta tak dapat mengeluarkan seseorang dari kekafiran hingga dia beriman dengan dalil-dalil syar'iyah dan beramal dengan konsekuensinya.
Dan semua kitab samawiyah berbicara bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Dan hanya Dialah yang berhak untuk diibadahi. Serta hukum-hukum yang mengandung maslahat untuk kehidupan manusia menunjukkan Dialah Rabb Hakim yang mengetahui semua maslahat hambanya. Semua pengkabaran tentang alam semesta menunjukkan kebenaran-Nya dan menunjukkan bahwa dialah Rabb yang berkuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang Dia kabarkan.
Secara ringkas dalil syar'iyah menetapkan wujud Allah. Dialah rabb segala sesuatu, pemiliknya, dan pengatur segala sesuatu di dalamnya. Maka selayaknya ibadah diperuntukkan baginya.
Adapun cara yang digunakan oleh dalil syar'I dalam menetapkan hal itu ada dua:
a. Allah mengajak penglihatan dan hati untuk memikirkan segala ciptaan.
Allah menjelaskan dalam kitab-Nya ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan wujud-Nya, kesempurnaan kekuasaan-Nya, keagungan pengaturan di dalamnya, kedetailan ciptaan-Nya. Di antaranya penciptaan manusia, hewan, tumbuhan, angin yang berhembus, pergantian malam dan siang serta ayat-ayat lain yang menunjukkan keagungan Sang Pencipta. Allab berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (Al Baqoroh: 164)
b. Mukjizat para nabi
Allah menguatkan rasul-Nya dengan mukjizat yang di luar kemampuan akal. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kebenaran nubuwatnya, serta menetapkan kerosulannya. Apabila nubuwat atau kenabian seorang rasul telah tetap maka hal itu menunjukkan kebenaran sang pengutus. Sebab pembenaran terhadap utusan menuntut konsekuensi pembenaran terhadap yang mengutus.

Khotimah
Bagaimanapun orang-orang atheis berhak mendapatkan dakwah kita. Bagaimanapun keadaan mereka bukan berarti menjadikan kita berpaling dan tidak berdakwah kepada mereka. Inilah jalan yang dipahami oleh para shalafush shaleh. Begitu juga datang ayat-ayat dan hadits yang menunjukkan tentang metode dakwah kepada mereka. Maka selayaknya bagi setiap dai untuk mempelajarinya sehingga amanah yang dia emban dapat terlaksana dengan semestinya.

Referensi:
- Perangkap setan, Ibnul Jauzy, penerjemah Kathur Suhardi, Al Kautsar, Jakarta, cetakan keenam 2002
- Al Hikmah fie Da'wah Ilallah, Sa'id bin Aly bin Wah al Qohthony, cetakan kedua 1413 H/1992 M
- Jejak Para Tabi'in, Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya, Pustaka At Tibyan
- Aqidah Tauhid, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan, Muassasah Haramain al Khoiriyah
- Syarh Shohih Muslim, Imam an Nawawi
- Tafsir Ath Thobari
- Tafsir Ibnu Katsir

ABDULLAH BIN ABBAS

"Muda Usianya, Luas Ilmunya"
Dialah pemuda yang sangat beruntung sekali yang didoakan oleh rasulullah saw, "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah dia tafsir kitab-Mu". Berkat doa tersebutlah dia nantinya akan menjadi ulama besar walaupun usianya masih muda belia.
Dia dilahirkan tiga tahun sebelum rasulullah hijrah. Dan saat rasulullah saw wafat, ia masih sangat belia. Umurnya masih 13 tahun. Namun dibalik umurnya yang masih belia dia sudah menjadi pemuda yang luas ilmunya. Karena ketinggian ilmunya itulah ia kerap menjadi kawan dan lawan berdiskusi para senior shahabat senior lainnya.

Bahkan Umar bin Khottob selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul Mukminin memberikan julukan kepada Ibnu Abbas sebagai "pemuda tua".
Salah seorang shahabat utama, Sa'ad bin Waqqash pernah berkata tentang Ibnu Abbas, "Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti dan lebih tajam berpikirnya seperti Ibnu Abbas. Ia juga seorang yang banyak menyerap ilmu dan luas sifat santunnya. Sungguh telah kulihat, Umar telah memanggilnya saat menghadapi masalah-masalah pelik. Padahal di sekelilingnya masih banyak shahabat yang ikut dalam perang badar. Lalu majulah Ibnu Abbas menyampaikan pendapatnya, dan Umar tidak ingin berbuat melebihi apa yang dikatakan Ibnu Abbas."
Di balik nama besarnya tersebut tentu kita perlu menyimak perjalanan beliau dalam mencari ilmu.
Sejak kecil memiliki kecenderungan terhadap ilmu. Hal ini terlihat dari semangatnya dalam menuntut ilmu. Tidak pernah satu hari pun beliau melewatkan majelis rasulullah, dan tidak lupa pula untuk menghafalkan apa yang beliau dengar.
Kemudian setelah rasulullah saw wafat, Ibnu Abbas belajar kepada para shahabat yang pertama tentang apa-apa ynag tidak dipelajarinya dari Rasulullah saw secara langsung.
Dia selalu bertanya. Maka setiap dia mendengar seseorang yang mengetahui suatu ilmu atau menghafalkan hadits, segeralah ia menemuinya dan belajar kepadanya. Dan otaknya yang cerdas tidak pernah merasa puas senantiasa mendorongnya untuk meneliti apa yang didengarnya.
Ia tidak hanya menumpahkan perhatian terhadap pengumpulan ilmu pengetahuan semata, tetapi juga meneliti dan menyelidiki sumber-sumbernya. Suatu saat dia pernah bercerita mengenai dirinya, "Jika aku ingin mengetahui tentang suatu masalah, aku akan bertanya kepada 30 shahabat."
Keinginannya untuk mendapatkan suatu pengetahuan sangatlah kuat. Hal ini sebagaimana yang diceritakannya: Ketika rasulullah wafat, aku bertanya kepada salah seorang pemuda anshar, "Marilah kita bertanya kepada shahabat rasulullah, sekarang ini mereka sedang berkumpul?" Pemuda Anshar itupun menjawab, "Aneh sekali kamu ini, hai Ibnu Abbas! Apakah kamu kira orang-orang akan membutuhkanmu, sementara di antara mereka merupakan shahabat-shahabat terbaik Rasulullah?" Anak muda itu tidak mau diajak, tetapi aku tetap pergi bertanya kepada shahabat Rasulullah.
Pernah aku mendapatkan satu hadits dari seseorang, dengan cara mendatangi rumahnya ketika ia sedang tidur siang. Kubentangkan kain untuk kujadikan bantal di depan pintunya. Debu yang terhempas angin menerpaku. Ketika dia selesai tidur dan keluar melihatku, dia berkata, "Hai saudara sepupu Rasulullah, apa maksud kedatanganmu? Kenapa kamu tidak menyuruh orang lain?" kemudian aku berkata, "Tidak, akulah yang harus datang mengunjungimu." Kemudian aku bertanya tentang suatu hadits dan belajar kepadanya.
Demikianlah Ibnu Abbas bertanya, bertanya, dan bertanya, lalu mengkaji jawaban dan menganalisanya. Pernah suatu ketika Ibnu Abbas ditanya, "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini?" "Dengan lidah yang suka bertanya dan akal yang suka berpikir", jawabnya.
Inilah kedudukan yang diraih oleh Ibnu Abbas dalam keilmuan. Karenanyalah, khalifah Ali mengutusnya untuk berdialog dengan kaum Khawarij karena mereka keluar dari pemerintahan Ali. Ibnu Abbas pun mendatangi mereka dan berdialog dengan bertanya tentang argumentasi mereka. Semua argumentasi yang mereka sampaikan dijawab oleh Ibnu Abbas. Belum lagi debat itu selesai, 2000 orang di antara mereka bangkit serentak menyatakan kepuasan mereka terhadap keterangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus memaklumkan penarikan diri mereka dari memusuhi imam Ali.
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, dunianya dipenuhi dengan ilmu dan hikmah, dan nasihat serta ketakwaannya disebarkan di antara umat.