Kamis, 06 Agustus 2009

Shaum Bagi Mereka Yang Memiliki Pekerjaan Berat

Seringkali pekerjaan berat dijadikan alasan untuk membatalkan puasa. Mereka berdalil dengan firman Allah:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin." (Al Baqarah: 184)
Namun apakah perkerjaan berat memang menjadi udzur syar'I. Ataukah ayat tersebut diperuntukkan bagi yang lain??


Abu Daud dari Ibnu Abbas meriwayatkan و على الذين يطيقونه ditetapkan bagi wanita hamil dan yang menyusui. Diriwayatkan dirinya juga berkata: merupakan rukhsoh bagi orang tua dan wanita tua dan mereka yang berat untuk berpuasa. Maka mereka berbuka dan memberi makan setiap harinya satu orang miskin. Begitu juga wanita hamil dan yang menyusui apabila takut atas keselamatan /kesehatan anaknya maka berbuka dan memberi makan satu orang miskin.
Daruqtni meriwayatkan juga darinya dia berkata dirukhsohkan bagi orang tua untuk berbuka dan memberi makan setiap harinya satu orang miskin dan tidak wajib baginya qodho' dan sanad ini shahih.
Diriwayatkan juga darinya bahwasanya dia berkata: وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ tidaklah dimansukhkan (dihapuskan) yakni orang tua dan wanita tua yang tidak mampu berpuasa maka memberi makan satu orang miskin setiap harinya dan ini shahih. Diriwayatkan juga darinya dia berkata bagi seseorang yang memiliki anak baik yang mengandung atau menyusui: kamu termasuk yang tidak mampu.
Hasan al Bashry dan Atho' bin Abi Robah dan Dhohahk, Nakhoi, Azzuhri, Robi'ah, Al Auzaiy, ashhabu ro'yi: wanita hamil dan yang menyusui keduanya ifthor namun tidak memberi makan. Kedudukan mereka seperti kedudukan seorang yang sakit dan mengqodho'nya. Begitu juga perkataan Abu Ubaid dan Abu Tsaur.
Diceritakan dari Abu Ubaid dari Abi Tsaur dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Mundzir, dan itu pendapat imam malik bagi yang hamil apabila berbuka. Sedangkan orang yang menyusui apabila berbuka maka wajib qodho dan memberi makan.
Imam Syafi'I dan Ahmad berkata: keduanya berbuka, memberi makan dan mengqodho'nya. Mereka berijma' bahwa masyayikh (orang tua) dan orang yang lemah yang tidamk mampu puasa atau mampu akan tetapi dengan berat maka mereka berbuka.
Diriwayatkan dari sebagian ahli ilmu bahwa ayat di atas tidak dimansukhkan (dihapuskan). Bahwasanya itu merupakan rukhsoh bagi orang-orang tua dan orang-orang lemah terkhusus apabila mereka tidak mampu berpuasa kecuali dengan berat.
Diriwayatkan dari waki' dari Ibnu Abi Laila dia berkata: aku mendatangi Atho' dan dia sedang makan pada bulan Ramadhan. Kemudian berkata
Dalam tafsir Ath Thobari disebutkan perkataan Qotadah dalam menafsirkan ayat:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Ini merupakan rukhsoh bagi orang tua dan orang lemah yang sudah tua. Sedangkan mereka berat untuk berpuasa. Maka kedua kelompok tersebut memberik makan satu orang miskin dan berbuka. Kemudian ayat ini dinasakh dengan ayat selanjutnya شهر رمضان hingga firman Allah فعدة من أيام أخر . sedangkan ahlul ilmi berpendapat rukhsoh ditetapkan bagi orang tua yang lemah apabila merasa berat ketika berpuasa. Dia berbuka dan memberi makan orang miskin setiap harinya. Begitu juga bagi wanita hamil apabila khawatir atas keselamatan janinnya dan bagi yang menyusui apabila takt atas kesehatan anaknya.
Sedangkan dalam fatwa lajnah daimah ada pertanyaan: apakah hukum orang yang menanam tanaman dan masa panennya bertepatan dengan bulan ramadhan. Apakah dia boleh tidak shaum atau tidak? Sebab tidak mungkin baginya berpuasa sekaligus bekerja?
Kemudian dijawab: "Bulan Ramadhan adalah salah satu rukun islam. Juga merupakan kewajiban bagi mukallaf kaum muslimin sesuai dengan ijma'. Sebagaimana firman Allah:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (Al Baqoroh: 185)
Dia harus menjaga puasa ramadhan dan tidak boleh mempermudah ifthor (berbuka) tanpa udzur syar'i. Sedangkan sawah merupakan di bawah kekuasannya. Dia dapat mengatur waktu kerjanya di sawah. Dia bisa memanennya ketika cuaca dingin di malam hari. Atau memperkerjakan orang lain untuk memanennya. Yang mana pekerjaan tersebut tidak membahayakan puasanya dan memberikan upah yang sebanding. Atau mengakhirkan panennya apabila tidak mendatangkan madharat. Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya akan ada jalan keluar. "
Begitu juga ada pertanyaan: "Saya mendengar khotib dari imam masjid pada jum'at kedua pada bulan ramadhan. Dia memperbolehkan berbuka bagi pekerja yang keberatan karena pekerjaannya, dan dia tidak memiliki pekerjaan selain itu, yakni dengan memberi makan satu orang miskin setiap hari pada bulan ramadhan. Atau apabila diuangkan senilai 15 dirham. Inilah yang mendorong saya untuk menulis risalah (surat) ini. Apakah terdapat dalil shahih dari kitab dan sunnah dalam masalah ini?
Dijawab oleh syaikh: "Seorang mukallaf tidak boleh berbuka pada bulan ramadhan hanya disebabkan dia seorang pekerja. Akan tetapi apaila dia merasa keberatan dan terpaksa untuk berbuka di siang hari maka dia berbuka untuk menghilangkan masyaqoh (sesuatu yang memberatkannya tersebut) kemudian menahan tidak makan hingga terbenamnya matahari dan berbuka bersama manusia lainnya. dan dia wajib untuk mengganti hari di mana dia berbuka. Dan fatwa yang anda sebutkan tidaklah ada dasarnya."
Syaikh Utsaimin menyebutkan bahwa pekerjaan pilot pesawat terbang dan sopir termasuk dalam keumuman ayat:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al Baqoroh: 185)
"Jika orang yang bekerja sebagai sopir merasa berat untuk menjalankan puasa ramadhan dalam perjalanan karena cuaca panas misalnya, maka ia bisa mengundurkanya pada saat cuaca dingin sehingga ia merasa ringan dan mudah dalam menjalankan pauasa. Yang lebih utama bagi musafir adalah mengerjakan yang paling mudah dan ringan baginya, apakah puasanya atau berbukanya. Jika antara keduanya sama saja, maka berpuasa lebih utama karena hal itu lebih cepat untuk menunaikan tanggungannya dan lebih menggiatkannya ketika orang-orang juga sedang menjalankan puasa. Sebab, ini merupakan perbuatan Nabi n."
Kesimpulan
Menurut penyusun, pendapat yang lebih kuat adalah seorang yang memiliki pekerjaan berat hendaknya tidak berbuka. Dia dapat menyiasatinya dengan mengerjakan pekerjaannya tersebut di waktu yang cuacanya dingin. Ataupun kalau terpaksa untuk berbuka maka sebatas untuk menegakkan tulang punggungnya dan dia melanjutkannya lagi, kemudian berbuka bersama manusia lainnya.

Maroji':
1. Al Jami' li Ahkamil qur'an, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshory Al Qurthuby,
2. Fathul Qodir Al Jami' baina Riwayat wa Diroyat min 'ilmi Tafsir, Imam Muhammad bin Aly bin Muhammad Asy Syaukani, Darul Kutub Al Ilmiyah, Cetakan pertama, 1415 H/1994 M.
3. Kajian Ramadhan, terjemahan Majalisu Syahri Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Al Qowam, cetakan pertama, Oktober 2003.
4. Jami'ul bayan 'an tawilil qur'an, Imam Ibn Jarir Thobari, Darul Fikr, Cetakan pertama, 1421 H/2001 M.


Mengais Rejeki Menggapai Ridho Ilahi

Dalam sabdanya, Rasulullah  mengabarkan ketika janin berumur empat bulan dari usia kandungannya datang malaikat yang meniupkan ruh. Malaikat juga menuliskan empat perkara; rejekinya, umurnya, amalnya, dan nasibnya apakah termasuk golongan yang celaka ataukah bahagia.
Ini merupakan ketetapan ilahi yang tidak bisa diubah lagi. Ketetapan yang telah ditulis di lauhul mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan alam raya dan seisinya.
Sedangkan di dalam kitab-Nya Allah mengabarkan bahwa rejeki manusia telah ia tetapkan. Sebagaiman firman-Nya: “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (Qs. Az Zukhruf: 32)
Namun bukan berarti dengan ketetapan ini kita berputus asa dan tidak bekerja. Karena di ayat yang lain Allah berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi dan carilah karunia Allah.” (Qs. Al Jum’ah: 9-10). Ayat ini memerintahkan umat-Nya untuk mencari rejeki yang Allah turunkan -tentunya dengan jalan yang halal-.
Begitu jelas Allah menjelaskan melalui lisan rasul-Nya dan juga di dalam kitab-Nya. Tetapi seakan menjadi sunnatullah, ada juga segolongan manusia yang enggan bekerja dengan alasan menafikan tawakkal. Mereka mau menerima pemberian orang lain tetapi tidak mau bekerja. Menurut mereka itulah hakekat tawakal, sedangkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan dikatakan musyrik karena tidak mempercayai bahwasanya rejeki telah dijamin.
Padahal para ulama telah menjelaskan bahwa keterikatan hati dengan sebab-sebab adalah boleh adanya. Dan hal ini tidak menafikan tawakal, karena persoalan rejeki itu telah menjadi ketetapan. Bertawakkal merupakan kewajiban. Tetapi, berusaha dan mengambil sebab-sebab juga kewajiban. Barangsiapa mencela sebab berarti mencela sunnah dan barangsiapa mencela tawakal maka ia telah mencela iman.
Rasulullah , manusia yang paling bertawakkalpun juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu juga shahabat-shahabat beliau. Ada yang berdagang melintasi daratan dan menyeberangi lautan, bercocok tanam, menggembala, dan melaksanakan berbagai pekerjaan lainnya. Tidak ada di antara mereka yang meminta-minta. Bahkan hal itu menjadi pantangan dan hanya menjadikan kenistaan bagi pelakunya.
Para nabipun selain berdakwah mereka juga bekerja. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Abbas : “Nabi Adam adalah pembajak tanah, Nabi Nuh tukang kayu, Nabi Idris penjahit, Nabi Ibrahim dan Luth petani, Nabi Sholih pedagang, Nabi Daud pembuat baju besi, Nabi Musa, Nabi Syu’aib, dan Nabi Muhammad adalah penggembala.”
Maka sangatlah naïf, apabila ada orang yang tidak mau bekerja atas nama tawakkal. Hal ini menyalahi sunnah rasulullah . Suatu ketika Imam Ahmad ditanya oleh seseorang, “Bagaimana pendapat tuan apabila ada orang yang duduk di masjid, seraya berkata, “Aku tidak akan bekerja, toh rejeki akan datang dengan sendirinya kepadaku!” Maka Imam Ahmad menjawab, “Dia adalah orang yang tidak berilmu. Apakah dia tidak mendengar hadits rasulullah , “Allah menjadikan rejekiku di bawah naungan tombakku”. Apakah dia juga tidak mendengar sabdanya yang lain, “burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan perutnya kosong dan pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang.”
Selain itu pernah suatu hari Ibnu Mas’ud berjalan melewati pemuda yang duduk-duduk tanpa mengerjakan apa-apa. Kemudian dia berkata: “Aku sangat benci sekali melihat seorang laki-laki yang tidak beramal untuk akhiratnya juga tidak bekerja untuk dunianya.”

Bekerja Adalah Ibadah
Ibadah tidaklah sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan manusia, yakni hanya terbatas shalat, zakat, puasa, atau ibadah-ibadah mahdhoh lainnya. Lebih dari itu, apabila bekerja diniatkan sebagai wasilah agar dapat menjalankan perintah-Nya dengan sempurna juga termasuk ibadah.
Karena ibadah sesuai dengan yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah adalah, “Segala sesuatu yang dicintai oleh Allah berupa perkataan atau perbuatan, baik yang dhohir (nampak) maupun yang batin (tidak nampak).”
Sebagai contoh konkretnya, pada suatu hari Rasulullah  duduk-duduk bersama shahabatnya. Mereka melihat seorang pemuda yang gagah lagi kuat, dia berpagi-pagi dan bersegera pergi ke pasar. Maka para shahabat pun berkata: “Sayang sekali, seandainya saja masa mudanya digunakan di jalan Allah”. Maka Rasulullahpun bersabda: “Janganlah kalian berkata seperti itu, sesungguhnya apabila dia bekerja untuk menghidupi anaknya yang masih kecil maka dia di jalan Allah. Dan apabila dia bekerja untuk menjaga dirinya sendiri (dari meminta-minta) maka dia di jalan Allah. Sedangkan apabila dia bekerja untuk riya’ dan berbangga diri maka itu di jalan syaithan”. Kemudian ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik?” Beliau bersabda: “Hasil pekerjaan tangannya dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Thabrani dan sanadnya shahih)
Abu Sulaiman Ad Daroni berkata: “Ibadah menurut kami tidaklah sekedar engkau sholat sedangkan orang lain sibuk bekerja untuk menghidupimu. Akan tetapi mulailah dengan memenuhi kebutuhanmu kemudian beribadahlah.”
Umar bin Khattab  juga pernah berkata: “Janganlah salah seorang dari kalian hanya duduk-duduk saja kemudian berdoa, “Ya Allah berikanlah aku rejeki”. Sesungguhnya kalian tahu bahwasanya langit tidak pernah menurunkan hujan emas dan perak.”

Pintu-Pintu Rejeki

Tidaklah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mencari sebab, kecuali Dia juga menunjuki caranya. Melalui lisan rasul-Nyalah Allah menunjuki cara-cara tersebut. Syaikh Abdullah Azzam menyebutkan bahwa ada 6 pintu rejeki yang dijanjikan oleh Allah  untuk hamba-Nya;


1. Ghonimah
Rasulullah  bersabda:
وَ جُعِلَ رِزْقِيْ تَحْتَ ظِلاَلِ رَمْحِيْ وَ جُعِلَ الذِّلُّ وَ الصِّغَارَ عَلىَ مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ (رواه أحمد)
“ Dan dia menjadikan rejekiku di bawah naungan tombakku dan dijadikan kehinaan dan kerendahan atas orang-orang yang menyelisihi perintahku.” (H.R. Ahmad)
Inilah penghasilan yang diperoleh oleh Nabi . Para ulama menyebutkan bahwasanya inilah penghasilan yang paling afdhol (utama) karena diperoleh melalui kemenangan.

2. Hasil Pekerjaan Tangannya
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَ إِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخاري)
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari hasil pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud makan dari hasil pekerjaan tangannya.” (HR. Bukhori Kitab Buyu’ bab 15 no. 2072)
Di dalam riwayat muslim disebutkan bahwasanya nabi Zakariya adalah seorang tukang kayu. (HR. Muslim)
Ada salah seorang shahabat Rasulullah  yang menjabat gubernur di Madinah. Dia adalah Salman Al Farisi. Tunjangan hidupnya tidak kurang dari 4000 sampai 6000 dirham setahun. Semua tunjangan tersebut dia sedekahkan kepada fakir miskin tanpa menyisakan 1 dirhampun. Sedangkan untuk kebutuhan hidupnya, dia menganyam keranjang. Bermodalkan satu dirham, keranjang hasil anyamannya dijual dengan tiga dirham. Hasil penjualannya tersebut dia gunakan satu dirham untuk modal, satu dirham disedekahkan, dan satu dirham sisanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Kehidupannya berlangsung begitu terus hingga datang ajalnya. Kedudukannya sebagai gubernur tidak menghalanginya untuk mencari rejeki yang dikaruniakan oleh Allah.

3. Berdagang
“Sembilan dari sepuluh pintu rejeki ada dalam perdagangan”, begitulah salah satu sabdanya  yang diriwayatkan oleh Thabrani. Terlepas dari kedudukan hadits tersebut, kita dapati banyak dari shahabat yang menjadi pedagang.
Salah satunya adalah Abdurrahman bin Auf. Beliau termasuk shahabat yang dijamin akan masuk surga. Namun jaminan dari rasul tersebut tidak menghalanginya dari mengais rejeki. Beliau masih saja berdagang walaupun jaminan tersebut benar adanya. Bahkan karena kelihaiannya dalam berdagang disebutkan dalam shirah, seandainya dia mengangkat batu tentu akan didapati bongkahan emas di bawahnya.
Ibnu Qudamah berkata: “Sesungguhnya berdagang tidak semata dimaksudkan untuk mendapatkan harta, tetapi agar tidak menjadi beban oranglain, dapat menafkahi keluarga, dan dapat meringankan beban saudara muslim lainnya. Namun apabila tujuannya adalah untuk mencari harta semata atau menyombongkan diri maka hal itu tercela.”

4. Bertani
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman atau bertani kemudian dimakan burung, manusia, atau hewan lainnya, maka itu akan dihitung shadaqoh baginya”. (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadits mengandung faidah tentang keutamaan bercocok tanam. Kemudian apa-apa yang dimakan oleh manusia atau hewan lainnya merupakan shadaqoh baginya. Selain itu, para shahabat anshorpun banyak yang bercocok tanam untuk menghidupi keluarganya.

5. Mengajarkan Al Qur’an
Ibnu Abbas  berkata, Rasulullah bersabda: “Yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah mengajarkan al Qur’an.”
As Sya’bi berkata: “orang yang mengajarkan tidak boleh mensyaratkan upah tersebut akan tetapi apabila dia diberi hendaknya diterima. Hakam berkata: “Aku tidak pernah mendengar salah seorangpun yang memakruhkan upah pengajar”. Dalam salah satu riwayat Hasan memberikan 10 dirham untuk pengajar al Quran.
Hadits di atas menunjukkan kebolehan mengambil upah dari mengajar al Qur’an. Bahkan para ulama memasukkannya ke dalam salah satu pintu rejeki yang halal dan diridhoi Allah. Dan itu bukanlah termasuk hal yang tercela. Akan tetapi apabila mengajarkan al Quran hanya untuk mencari dunia, maka ancamannya adalah neraka sebagaimana dalam salah satu sabda Rasulullah  .

6. Hutang
Diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengambil hutang apabila memang membutuhkan. Rasulullah pun pernah berhutang gandum kepada seorang Yahudi dengan menggadaikan pakaian perangnya. Bahkan ketika beliau wafat pakaian beliau tersebut masih tergadai dan belum ditebus.
Tentunya hal ini menjadi alternatif terakhir. Dan tidaklah layak bagi seorang muslim untuk mempermudah berhutang kecuali karena terpaksa.
Rasulullah  bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ وَ مَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
“Barangsiapa mengambil harta orang lain (berhutang) dengan niat mengembalikannya, maka Allah akan memampukannya untuk mengembalikannya. Dan barangsiapa mengambilnya dengan niat merugikannya, maka Allah akan merugikannya.” (HR. Al Bukhori)

Penutup
Pintu rejeki memang tidak terbatas pada 6 hal itu saja. Namun 6 hal tersebut merupakan pokok dari pintu-pintu rejeki yang ada. Semoga dengan mengambil salah satu atau lebih dari pintu-pintu rejeki tersebut dapat membawa kita kepada ridho-Nya. Sehingga Mengais rejeki Menggapai Ridho Ilahi bukan hanya sekedar mimpi.

RAHASIA TELINGA

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ( النحل : 78 )

Manusia terlahir ke dunia ini tanpa memiliki pengetahuan sedikitpun. Bak gelas, ia masih kosong dan kering. Namun dengan perjalanan waktu, sedikit demi sedikit, manusia mulai belajar. Ia dibekali sepasang telinga untuk mendengar semua suara yang ada di sekitarnya ketika kedua matanya belum bekerja dengan optimal. Bahkan semua yang dia dengar akan terekam dalam benaknya.


Dengan kedua telinganyalah ia belajar untuk pertama kalinya. Hal ini sesuai dengan penelitian, indra pendengaranlah yang pertama kali bekerja sebelum indra lainnya. Terlebih indra penglihatan, indra tersebut bekerja dengan baik setelah manusia berumur 3-4 bulan. Sungguh
Maha Suci Allah, susunan kata al quran tidak hanya sebatas penyampaian maklumat tanpa makna. Namun dari ayat tersebut tersirat bahwa indra pendengaranlah yang pertama kali berfungsi dengan baik. Bahkan sebelum bayi terlahir, indra tersebut sudah dapat merekam dan mendengar suara dari luar.
Dengan pendengaran inilah anak bayi mengetahui semua nama benda walaupun belum dapat mengucapkannya. Berbekal lantunan ayat al quran yang dibaca oleh kedua orangtuanya ia dapat menghafal al quran walaupun belum mampu membaca.
Oleh karenanya tak mengherankan apabila kita dapati para ulama terdahulu dapat menghafal al quran di usia dini sebelum menginjak baligh. Imam Syafi’i menghafal al quran di usia 10 tahun, bahkan ada pendapat yang menyatakan di usia 7 tahun. Ibnu Mubarrok di usia 13 tahun. Dan imam Bukhori di usia 10 tahun.
Rahasia sukses tersebut terletak pada ibunda mereka. Ketika masih dalam kandungan mereka senantiasa membacakan al quran kepada janin yang masih dalam kandungan. Begitu juga setelah terlahir ke dunia, ketika masih dibuaian mereka selalu memperdengarkan al quran. Maka ketika sudah dapat membaca, mereka cepat sekali menghafalnya. Karena semua suara itu telah terekam sekian waktu lamanya. Bahkan lebih kuat daripada usia-usia selanjutnya.
Al quran adalah kalamullah, kalam dari Dzat Yang Maha Bijaksana. Setiap kalimat susunannya, pilihan kata dan detail lainnya mengandung hikmah bagi manusia. Lantas apakah kita masih meragukan keotentikan al quran? Apakah kita ragu bahwa al quran merupakan firman-Nya?


Memilih Pemimpin

Islam merupakan agama universal yang mengatur sleuruh aspek kehidupan manusia tanpa terkecuali. Mulai urusan yang remeh sejak bangun tidur hingga ketika akan tidur kembali. Mulai urusan antara manusia dengan sang pencipta. Dari urusan pribadi hingga urusan ijtima'i. tak terkecuali adalah urusan Negara.
Maka sungguh benar janji Allah yang telah menyempurnakan dien ini dan menjadikannya sebagai dien yang diridhoinya.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا (المائدة: 3)
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu"
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآَنِ لِيَذَّكَّرُوا وَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا نُفُورًا (41)
"Dan sesungguhnya dalam Al Qur'an ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)."
Namun tetap saja masih ada yang mengingkari bahwa islam telah mengatur tata negara melalui ajarannya. Sejarah yang ada seakan dianggap tiada dan dusta belaka. Dan ironis memang sejarah yang mereka saksikan tidak semakin mendekatkan mereka kepada islam, bahkan hanya menambah mereka lari dari kebenaran.
Lantas bagaimanakah islam mengatur tentang urusan Negara? Terutama tentang pengangkatan pemimpin? Adakah hal itu dalam islam?

Mengangkat Imam Merupakan Kewajiban
Sesungguhnya pengangkatan seorang amir (pemimpin untuk mengurusi urusan kaum muslimin merupakan kewajiban yang telah Allah tetapkan. Hal ini sebagaimana yang tersurat dan tersira dalam nash Al Quran dan As Sunnah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (An Nisa' : 59)
وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ
Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).(An Nisa' : 89)
لاَ يَحِلُّ لِثَلاَثَةِ نَفَرٍ يَكُوْنُوْنَ بِفَلاَةٍ مِنَ اْلأَرْضِ إِلاَّ أَمًّرُوْا عَلَيْهِمْ أَحَدُهُمْ (رَوَاهُ أَحْمَدُ)
"Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu padang pasir dari bumi kecuali mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi amir." (HR. Ahmad dari Abdullah bin Amr)
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فِلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدُهُمْ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ)
"Bila tiga orang keluar dalam suatu safar, hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi amir." (HR. Abu Daud dari Ibnu Sa'id)
At Thabrani berkata: "Di dalamnya merupakan dalil bahwa, setiap jumlah lebih dari tiga orang disyariatkan agar mereka mengangkat seorang amir dari mereka. Karena hal itu akan membawa keselamatan dari perbedaan pendapat (khilaf) yang mengarah kepada kebinasaan. Tanpa pengangkatan amir niscaya masing-masing orang akan bersikeras (ngotot) dengan pendapatnya dan berbuat menurut hawa nafsunya hingga binasa. Sebaliknya dengan mengangkat amir niscaya khilaf bisa diminimalisir dan selalu ada kata sepakat. Bila keamiran disyariatkan bagi tiga orang yang ada di gurun atau bersafar tentu akan lebih utama dan tepat bila disyariatkan bagi jumlah yang lebih banyak yang tinggal di pedesaan atau perkotaan. Mereka memerlukan itu untuk mencegah upaya saling menzhalimi dan menghentikan pertikaian. Hadits ini dalil bagi pendapat yang mengatakan wajibnya bagi umat islam untuk mengangkat pemimpin, penguasa, dan hakim.

Cara Pengangkatan Imam
1. Ikhtiyar
Dalam hal ini yang memilih adalah Ahlul Halli wal Aqdi. Cara inilah yang digunakan untuk pengangkatan abu Bakar ash Shiddiq dan Ali bin Abi Tholib.
Sesungguhnya imamah adalah wasilah (saran) bukan ghoyah (tujuan akhir). Wasilah untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam artian yang luas. Oleh karenanya wajib bagi setiap muslim untuk memilih imam. Sebab tidak mungkin penegakan amar ma'ruf nahi mungkar dapat ditegakkan dengan sempurna kecuali setelah memilih imam yang mengatur mereka dan membawa mereka ke jalan tersebut.
Di sisi lain terdapat jarak dan tempat tinggal yang memisahkan seluruh umat islam di segala penjuru dunia, keadaan mereka ada yang lemah, ada yang kuat, jahil, alim sehingga sulit untuk membedakan antara mereka yang sholih dan tholih. Karenanya tanggungjawab untuk memilih pemimpi dibebankan kepada para aqil umat ini, ulamanya, dan yang memiliki keutamaan.
Mereka memilih sesuai dengan apa yang nampak secara dhohir. Tentunya mereka yang berpegang teguh kepada al quran dan as sunnah dan memerintahkan sesuai dengan keridhoan Allah.
2. Istikhlaf
Yakni dengan penunjukan langsung dari kholifah sebelumnya dengan memilih siapa yang akan menggantikannya. Tentunya kholifah tersebut melihat ada seseorang yang pantas menduduki jabatan khilafah maka diapun memilihnya. Hal ini dilakukan ketika kholifah merasa ajalnya sudah dekat dan ingin salah seorang menggantikan kedudukannya maka diapun bermusyawarah dengan ahlul hilli wal aqdi. Apabila pendapatnya disetujui dengan ahlul hilli wal aqdi maka diapun dibaiat untuk menggantikan kedudukan kholifah sebelumnya.
3. Gholbah atau bil Qohr (Kudeta atau pemberontakan)
Ini merupakan cara yang terakhir dalam pengangkatan imam yakni dengan kudeta atau pemberontakan. Apabila ada seorang imam yang menjadi imam dengan cara tersebut, maka dia wajib ditaati dan diharamkan untuk keluar dari pemerintahannya kecuali karena dhorurah (keterpaksaan) untuk kemaslahatan umat muslimin dan menjaga darah mereka.

Kesimpulan
Cara pertama dan kedua merupakan cara yang sesuai syar'I dengan berbagai dalil yang ada. Sedangkan cara yang ketiga tidak termasuk cara yang sesuai syar'I namun dia tetap diakui sebagai imam. Dan tidak diperbolehkan keluar dari pemerintahannya kecuali karena dhorurah.

Sifat-Sifat Malaikat

Manusia tidak dapat mengetahui hakekat malaikat kecuali apa yang datang dari Rasulullah . Oleh karenanya kita mencukupkan diri dengan apa yang ada nashnya tidak mengatakan kecuali ada dalil tentangnya. Di antara sifat yang disebutkan di dalam nash adalah sebagai berikut:
1. Mereka diciptakan dari cahaya
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَ خُلِقَ الجِانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَ خُلِقَ آدَمَ مِمَّا وُصَفَ لَكُمْ ( رواه مسلم)

Dari 'Aisyah x berkata, dari rasulullah  bersabda: "Malaikat diciptakan dari cahayat, dan jin diciptakan dari kilatan api, sedangkan manusia diciptakan ………… (H.R. Muslim)
2. Mereka tidak dapat dilihat
عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَ سَلَّمَ: يَا عَائِشَةَ هَذَا جِبْرِيْلُ يَقْرَئُكَ السَّلاَمَ, قَالَتْ : وَ عَلِيْهِ السَّلاَمَ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ هُوَ يَرَى مَا لاَ أَرَى (متفق عليه)
Dari Abu Salamah bahwasanya 'Aisyah x berkata, rasulullah  bersabda: "Wahai 'Aisyah, ini Jibril datang dan dia menyampaikan salam kepadamu! 'Aisyah pun menjawab: Begitu pula 'alaihis salam wa rahmatullah (baginya keselamatan dan rahmat Allah), dia dapat melihatku sedangkan aku tak dapat melihatnya. (Muttafaq 'Alaihi)
3. Malaikat dapat berubah wujud
- Sebagaimana kisah pada hadits islam, iman, dan ihsan
- Turunnya Jibril yang mendatangi Maryam
"Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Qur'an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa." (Maryam: 16-19)
- Kisah tamunya nabi ibrahim
"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaaman", Ibrahim menjawab: "Salaamun" (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: "Silakan kamu makan".(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu takut," dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak)." (Adz Dzariyat: 24-28)
- Kisah tamu yang mendatangi nabi Luth
Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Lut, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit." Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Lut berkata: "Hai kaumku, inilah putri-putri (negeri) ku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" (Hud: 77-78)
- Kisah tentang dua orang yang berselisih dan mendatangi nabi Daud
Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar? Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat lalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Shod: 21-22)
4. Mereka memiliki kekuatan yang luar biasa
- Dengan jumlah mereka yang sedikit mampu mengangkat 'Arsy Allah
Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka". (Al Haqqoh: 15-17)
- Mampu meniup sangsakala sehingga seluruh penduduk langit dan bumi mati
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (Az Zumar: 68)
- Utusan kepada nabi Luth yang membalikkan bumi bagian atas menjadi bagian bawah
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi". (Hud: 82)

5. Mereka taat kepada Allah dan bersegera melaksanakan perintah-Nya
- Mereka tidak sombong, tidak capai, dan mereka senantiasaa bertasbih kepada Allah siang malam.
"Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya." (Al Anbiya': 19-20)
- Kisah penciptaan Adam
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al Baqoroh: 30)
- Mereka tidak beramal kecuali atas perintah-Nya
Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. (Al Anbiya: 26-27)
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At Tahrim: 6)
6. Mereka senantiasa mendekatkan diri kepada Allah
"Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud." (Al A'rof: 7)
7. Mereka tidak menikah dan tidak memiliki keturunan
- Allah mencela orang-orang kafir yang menyebut malaikat sebagai anak perempuan dan mengancam atas persaksian mereka yang dusta, serta akan menanyakan tentang kedustaan mereka di hari kiamat kelak
"Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban." (Az Zukhruf: 19)
8. Ada di antara mereka yang menjadi utusan Allah untuk menyampaikan syariat kepada para nabi
"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Fathir: 1)
9. Mereka mampu naik turun antara langit dan bumi
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun". (Al Ma'arij: 4)

10. Mereka takut kepada Allah walaupun mereka tidak bermaksiat dan senantiasa beribadah
"Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya" (Ar Ro'd: 13)
"Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)". (An Nahl: 49-50)
11. Mereka diciptakan sebelum diciptakannya Adam p (
Kisah akan diciptakannya manusia (Al Baqoroh: 30)
12. Mereka memiliki sayap dua, tiga, empat, dan lebih
"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Fathir: 1)
فِيْ الصِّحَاحِ عَنْ عَائِشَةَ : أَنَّ الرَّسُوْلَ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَأَى جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ فِيْ صُوْرَتِهِ مَرَّتَيْنِ, لَهُ سُِّتمِائَةِ جَناَحٍ قَدْ سَدَّ اْلأَفَقَ: مَرَّةٌ لَيْلَةَ عُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ عِنْدَ سِدْرَةِ اْلمُنْتَهَى وَ أخْرَى ِفْي أَسْفَلِ مَكَّةَ بِمَكَانٍ اسْمُهُ "أَجْيَاد"
Dalam hadits shahih dari 'Aisyah x bahsawanya rasulullah  melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali, dan dia memiliki 600 sayap yang menutupi ufuk (langit). Yang pertama ketika malam mi'roj dari langit ke sidrotul muntaha dan yang lain ketika di makkah di tempat "Ajyad"
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً يَطُوْفُوْنَ فِيْ الطُّرُقِ يَلْتَمِسُوْنَ أَهْلَ الذِّكْرِ, فَإِذَا وَجَدُوْا قَوْمًا يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَنَادَوْا: هَلِّمُوْا إِلَى حَاجَتِكُمْ, قَالَ: فَيَحُفُّوْنَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ..........إلى آخر الحديث
Dari Abu Hurairah , dia berkata Rasulullah  bersabda: "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang senantiasa berkeliliing di jalan-jalan untuk mencari kaum yang berdzikir. Apabila mereka mendapatkan kaum tersebut maka mereka saling menyeru: 'kemarilah untuk memenuhi hajat kalian. Beliau bersabda: "Maka merekapun mengepakkan sayap mereka hingga menutupi langit dunia". (H.R. Bukhori)

Jumlah mereka
Jumlah malaikat merupakan rahasia ilahi. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Sebagaimana firman Allah :
وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ (الدثر: 31)
"Dan tidak ada yang mengetahui tentara Rabbmu melainkan Dia sendiri." (Al Mudatsir: 31)
Di dalam hadits rasulullah bersabda:
أطَّتِ السَّمَاءَ و َحُقَّ لَهَا أَنْ تَئِطَ, مَا فِيْهَا مَوْضِعَ قَدٍَم إِلاَّ وَ فِيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ أَوْ رَاكِعٌ (جاء الحديث بروايات متقاربة الألفاظ عند الإمام أحمد و الترمذي و انب ماجه و أبي القاسم الطبراني)
"Langit berdengung (karena penuh dengan malaikat) dan pasti akan bergerak, tidaklah ada di langit setiap jengkal kaki berpijak kecuali di sana terdapat malaikat yang bersujud dan ruku'".

Buah iman kepada mereka
Sesungguhnya beriman kepada mereka berbuah beberapa hal:
1. Mengetahui keagungan (kebesaran) Allah, sesungguhnya agungnya ciptaan menunjukkan agungnya sang pencipta.
2. Bersyukur kepada Allah atas penjagaan mereka terhadap anak adam (manusia). Sesungguhnya setiap dari mereka diberi tugas untuk menjaga mereka, mencatat amal mereka, dan tugas-tugas lainnya.
3. Mencintai malaikat karena mereka senantiasa beribadah kepada Allah.

Kaitannya dengan manusia
Allah memberi tugas malaikat kepada seluruh manusia. Oleh karena mereka memiliki kaitan yang sangat erat sejak masih berupa embrio. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim al Jauziyah dalam kitabnya "Ighotsatul Lahfan": "Sesungguhnya mereka ditugaskan dalam penciptaan manusia dari setiap fase ke fase selanjutnya, dalam pembentukannya serta, penjagaannya di dalam 3 masa gelap, menuliskan rizqinya, amalnya, ajalnya, dan nasibnya –sengsara dan bahagianya-, dan senantiasa bersamanya dalam setiap keadaan, mencatat seluruh perkataan dan amalnya, menjaga mereka dalam ketika hidup, mencabut nyawa mereka ketika mati, mengembalikan mereka kepada Sang Pencipta, mengadzab mereka di alam barzakh dan sesudah hari kebangkitnan.
Kaitannya dengan orang mukmin: mereka meneguhkan hati mereka dengan izin Allah, menolong mereka, membunuh musuh-musuh, mereka adalah wali-wali orang mukmin di dunia dan di akhirat, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan serta menghindarkannya dari marabahaya. Mereka memintakan ampun kepada Allah dan mendoakan manusia selama berada dalam ketaatan kepada-Nya, memberi kabar gembira dalam tidurnya, ketika kematiannya, ketika hari kebangkitan. Mereka mengingatkan ketika lupa, memberi semangat ketika malas, meneguhkan hati ketika bimbang, dan berusaha untuk kemaslahatan mukmin di dunia dan di akhirat.
Kaitannya dengan orang kafir: mereka tidak menyukai orang kafir dholim serta pendosa bahkan memerangi serta memusuhi mereka dan menggoncangkan hati mereka, menurunkan adzab dengan perintah Allah serta melaknat mereka.

Manakah yang lebih mulia. Malaikat atau manusia?

Maksud keutamaan atau kemuliaan di sini adalah antara malaikat dan seorang mukmin yang sholih seperti para nabi dan wali Allah. Sedangkan orang kafir atau munafik maka mereka lebih buruk daripada hewan ternak. Sebagaimana Allah mensifati mereka dengan firman-Nya:
بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (الأعراف: 179)
"Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Al A'rof: 179)

Dalam hal ini pensyarah Thohawiyah mengutamakan orang sholih dan para nabi dari malaikat. Sedangkan orang mu'tazilah mengutamakan malaikat. Para pengikut asy'ariyah terkelompok menjadi dua. Sebagian mereka mengutamakan para nabi dan para wali dan sebagian lainnya tawaqquf (tidak berpendapat). Disebutkan juga bahwa Abu Hanifah tawaqquf dalam masalah ini. Sedangkan Safaroni dalam "Lawami'ul Anwar 2/389" menyebutkan bahwa Imam Ahmad berkata, "Siapa yang mendahulukan malaikat maka dia telah salah. Setiap mukmin lebih mulia dari malaikat."
Dalil mereka yang mengutamakan orang sholih
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam. Kalau bukan karena keutamaan Adam mengapa malaikat diperintahkan sujud.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (البقرة: 34)
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (Al Baqoroh: 34)
2. Sesungguhnya Adam diciptakan dengan tangan-Nya dan malaikat diciptakan lewat kalimat-Nya.
3. Bani Adam dimuliakan dengan ilmu. Ketika Allah bertanya kepada malaikat tentang nama-nama mereka tak dapat menjawabnya. Mereka mengakui bahwa mereka tidak mengetahui hal itu maka Adam pun menjelaskan kepada mereka. Allah berfirman:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ()قَالُوا سُبْحَانَكَ لا عِلْمَ لَنَا إِلا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ()قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ()
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu" (Al Baqoroh: 31-33)
4. Ketaatan manusia lebih berat. Dan yang lebih berat maka lebih mulia. Sebab manusia diciptakan dengan syahwat, hawa nafsu, dan amarah. Sedangkan malaikat tidak memiliki semua itu.
5. Allah membanggakan ahlu iman dan tho'at di depan malaikatnya apabila melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan kepada mereka. Sebagaimana membanggakan Ahlu Arofah. Dari Abu Huroiroh  bahwasanya rasulullah n bersabda:
إِنَّ اللهَ يُبَاهِيْ بِأَهْلِ عَرَفَاتٍ أَهْلَ السَّمَاءِ فَيَقُوْلُ لَـهُمْ انْظُرُوْا إِلَى عِبَادِيْ هَؤُلاَءِ جَاؤُوْنِيْ شُعْثًا غَبْرًا
"Sesungguhnya Allah membanggakan Ahlu Arofah di depan penduduk langit. Dia berfirman, "Lihatlah kepada hambaku, mereka mendatangiku dengan rambut kusut dan berdebu."
Dalil mereka yang mengutamakan malaikat
1. Mereka berdalil dengan firman Allah dalam hadits qudsi:
قوله تعالى في الحديث القدسي: مَنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ وَ مَنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلأٍٍَ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَأٍ خَيْرٌ مِنْهُمْ
"Barangsiapa yang mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, dan barangsiapa mengingatku di malaikat yang kusebutkan maka Aku akan mengingat mereka dalam malaikat yang lebih baik dari mereka."
2. Mereka berdalil anak adam (manusia) memiliki kekurangan dan keterbatasan. Dan mereka sering tergelincir dan dosa.
3. Mereka berdalil dengan firman Allah:
قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ
Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?(Q.S. al An'am: 50)

Bagaimana mendudukkannya?
Sebagaimana disebutkan Ibnu Taimiyah bahwa orang sholeh lebih mulia dari malaikat apabila dilihat dari tempat akhir kehidupan. Hal ini disebabkan apabila mereka masuk jannah akan mendapatkan kedekatan dan menempati kedudukan tinggi. Allah menghidupkan mereka dan mengkhususkan mereka dengan kedekatan kepadanya. Dan mendapat kemuliaan. Mereka merasakan kesenangan dengan melihat wajah-Nya, dan malaikat menjadi pelayan mereka dengan izin Allah.
Malaikat lebih mulia apabila dilihat dari awalnya. Sesungguhnya malaikat sekarang di dekat Allah. Mereka bersih dari apa-apa yang dikerjakan oleh anak Adam. Mereka sibuk dengan ibadah. Dan tidak diragukan bahwa keadaan mereka lebih sempurna daripada keadaan manusia. Ibnu Qoyyim al Jauziyyah berkata, "dengan rincian seperti ini maka jelaslah rahasia pengutamaan antara manusia dan malaikat. Kedua dalil dari masing-masing kelompok dapat disatukan sesuai dengan haknya masing-masing. Wallahu a'lam.

Referensi:
Aqidah Ahlus Sunnah wal jama'ah, DR. Ahmad Farid, Maktabah Fayadh, Cetakan pertama 2005