Kamis, 06 Agustus 2009

Memilih Pemimpin

Islam merupakan agama universal yang mengatur sleuruh aspek kehidupan manusia tanpa terkecuali. Mulai urusan yang remeh sejak bangun tidur hingga ketika akan tidur kembali. Mulai urusan antara manusia dengan sang pencipta. Dari urusan pribadi hingga urusan ijtima'i. tak terkecuali adalah urusan Negara.
Maka sungguh benar janji Allah yang telah menyempurnakan dien ini dan menjadikannya sebagai dien yang diridhoinya.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا (المائدة: 3)
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu"
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآَنِ لِيَذَّكَّرُوا وَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا نُفُورًا (41)
"Dan sesungguhnya dalam Al Qur'an ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)."
Namun tetap saja masih ada yang mengingkari bahwa islam telah mengatur tata negara melalui ajarannya. Sejarah yang ada seakan dianggap tiada dan dusta belaka. Dan ironis memang sejarah yang mereka saksikan tidak semakin mendekatkan mereka kepada islam, bahkan hanya menambah mereka lari dari kebenaran.
Lantas bagaimanakah islam mengatur tentang urusan Negara? Terutama tentang pengangkatan pemimpin? Adakah hal itu dalam islam?

Mengangkat Imam Merupakan Kewajiban
Sesungguhnya pengangkatan seorang amir (pemimpin untuk mengurusi urusan kaum muslimin merupakan kewajiban yang telah Allah tetapkan. Hal ini sebagaimana yang tersurat dan tersira dalam nash Al Quran dan As Sunnah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (An Nisa' : 59)
وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ
Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).(An Nisa' : 89)
لاَ يَحِلُّ لِثَلاَثَةِ نَفَرٍ يَكُوْنُوْنَ بِفَلاَةٍ مِنَ اْلأَرْضِ إِلاَّ أَمًّرُوْا عَلَيْهِمْ أَحَدُهُمْ (رَوَاهُ أَحْمَدُ)
"Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu padang pasir dari bumi kecuali mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi amir." (HR. Ahmad dari Abdullah bin Amr)
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فِلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدُهُمْ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ)
"Bila tiga orang keluar dalam suatu safar, hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi amir." (HR. Abu Daud dari Ibnu Sa'id)
At Thabrani berkata: "Di dalamnya merupakan dalil bahwa, setiap jumlah lebih dari tiga orang disyariatkan agar mereka mengangkat seorang amir dari mereka. Karena hal itu akan membawa keselamatan dari perbedaan pendapat (khilaf) yang mengarah kepada kebinasaan. Tanpa pengangkatan amir niscaya masing-masing orang akan bersikeras (ngotot) dengan pendapatnya dan berbuat menurut hawa nafsunya hingga binasa. Sebaliknya dengan mengangkat amir niscaya khilaf bisa diminimalisir dan selalu ada kata sepakat. Bila keamiran disyariatkan bagi tiga orang yang ada di gurun atau bersafar tentu akan lebih utama dan tepat bila disyariatkan bagi jumlah yang lebih banyak yang tinggal di pedesaan atau perkotaan. Mereka memerlukan itu untuk mencegah upaya saling menzhalimi dan menghentikan pertikaian. Hadits ini dalil bagi pendapat yang mengatakan wajibnya bagi umat islam untuk mengangkat pemimpin, penguasa, dan hakim.

Cara Pengangkatan Imam
1. Ikhtiyar
Dalam hal ini yang memilih adalah Ahlul Halli wal Aqdi. Cara inilah yang digunakan untuk pengangkatan abu Bakar ash Shiddiq dan Ali bin Abi Tholib.
Sesungguhnya imamah adalah wasilah (saran) bukan ghoyah (tujuan akhir). Wasilah untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam artian yang luas. Oleh karenanya wajib bagi setiap muslim untuk memilih imam. Sebab tidak mungkin penegakan amar ma'ruf nahi mungkar dapat ditegakkan dengan sempurna kecuali setelah memilih imam yang mengatur mereka dan membawa mereka ke jalan tersebut.
Di sisi lain terdapat jarak dan tempat tinggal yang memisahkan seluruh umat islam di segala penjuru dunia, keadaan mereka ada yang lemah, ada yang kuat, jahil, alim sehingga sulit untuk membedakan antara mereka yang sholih dan tholih. Karenanya tanggungjawab untuk memilih pemimpi dibebankan kepada para aqil umat ini, ulamanya, dan yang memiliki keutamaan.
Mereka memilih sesuai dengan apa yang nampak secara dhohir. Tentunya mereka yang berpegang teguh kepada al quran dan as sunnah dan memerintahkan sesuai dengan keridhoan Allah.
2. Istikhlaf
Yakni dengan penunjukan langsung dari kholifah sebelumnya dengan memilih siapa yang akan menggantikannya. Tentunya kholifah tersebut melihat ada seseorang yang pantas menduduki jabatan khilafah maka diapun memilihnya. Hal ini dilakukan ketika kholifah merasa ajalnya sudah dekat dan ingin salah seorang menggantikan kedudukannya maka diapun bermusyawarah dengan ahlul hilli wal aqdi. Apabila pendapatnya disetujui dengan ahlul hilli wal aqdi maka diapun dibaiat untuk menggantikan kedudukan kholifah sebelumnya.
3. Gholbah atau bil Qohr (Kudeta atau pemberontakan)
Ini merupakan cara yang terakhir dalam pengangkatan imam yakni dengan kudeta atau pemberontakan. Apabila ada seorang imam yang menjadi imam dengan cara tersebut, maka dia wajib ditaati dan diharamkan untuk keluar dari pemerintahannya kecuali karena dhorurah (keterpaksaan) untuk kemaslahatan umat muslimin dan menjaga darah mereka.

Kesimpulan
Cara pertama dan kedua merupakan cara yang sesuai syar'I dengan berbagai dalil yang ada. Sedangkan cara yang ketiga tidak termasuk cara yang sesuai syar'I namun dia tetap diakui sebagai imam. Dan tidak diperbolehkan keluar dari pemerintahannya kecuali karena dhorurah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar